Oleh: Muhamad Zain Aziz (1974-2018)*
“Pengasuh yang terhormat,
Seringkali saya mendengar doa dan harapan ketika mengikuti resepsi pernikahan agar pasangan yang menikah memperoleh rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah atau yang saat ini trending dengan istilah samawa. Bagaimana ulasan Alquran tentang samawa tersebut dan bagaiamana Alquran memberikan solusi problematika rumah tangga dengan rumus samawa tersebut?”
Suhartini, Depok
Perintah pertama Allah kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad adalah membaca (IQRA’). Objek yag harus dibaca adalah ayat-ayat Allah baik yang quraniyah (teks Alquran), maupun yang bersifat kauniyah (alam semesta: gejala alam maupun kehidupan manusia/sosial). Hebatnya, antara ayat kauniyah dan ayat quraniyah tidak pernah terjadi pertentangan, bahkan saling menguatkan antara satu ayat dengan lainnya.
Pernikahan atau lebih tepatnya perjodohan bagi manusia adalah ayat-ayat kauniyah Allah yang harus kita baca dengan perenungan yang mendalam, sebagaimana ayat-ayat Quraniyah. Itulah sebabnya ayat pernikahan/perjodohan diawali dengan kalimat yang terjemahannya, “Dan termasuk ayat-ayat Allah adalah menciptakan jodoh bagi kalian… dst”. Lebih lengkapnya mari kita kaji ayat tersebut secara lebih detail:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara ayat-ayat Allah adalah menciptakan jodoh bagi kalian dari jenis kalian, agar supaya kalian SAKINAH dengan istri kalian, serta menjadikan MAWADDAH dan RAHMAH di antara kalian. Sungguh di balik hal-hal tersebut terdapat ayat-ayat (catatan Tuhan) bagi orang-orang yang mau berpikir” (Ar-Rum:21)
Ending dari ayat di atas adalah ajakan untuk merenung dan memikirkan ayat Tuhan berupa perjodohan manusia tersebut. Maka jika kalimat SAMAWA sekadar buah bibir dan basa basi belaka untuk diucapkan kepada kedua mempelai tanpa sedikitpun berusaha untuk merenungi dan memahami apa makna sesungguhnya, maka betapa ruginya kita. Terlebih ayat tersebut mengandung banyak antisipasi dan solusi bagi sebagian besa problema rumah tangga.
Jodoh adalah takdir atau kata pemuda jomblo adalah “di tanganTuhan”, maka ketika akad nikah sudah sah, tidak boleh ada yang protes, “Lho kenapa yang laki-laki kok gagah, sedangkan yang perempuan kecil mungil?” atau “Kenapa yang perempuan bak bidadari sementara yang laki-laki bak preman kuli?”, atau “Kenapa yang laki-laki sudah umur 70, kok bisa dapat gadis umur 17 tahun?” Itulah rahasia mengapa Alquran menggunakan kata ‘khalaqa’ yang artinya menciptakan. Jodoh kita sudah diciptakan jauh sebelum kita lahir di alam dunia.
SAKINAH
Berasal dari kalimat litaskunu ilaiha dalam ayat di atas. Di mana khithabnya (objek perintah) ditujukan untuk para pria, yang berarti: supaya kalian para lelaki bersakinah kepada istri. Sakinah sendiri berawal dari kalimat sakana yang berpokok pada lafadz awal sukun, yang memiliki makna diam, berhenti, tidak berbunyi, tidak bergerak, orang Jawa bilang “Mandeg jegrek!”
Ya, laki-laki yang sudah terikat ikatan rumah tangga sudah harus berhenti, anteng, tidak goyah, tidak lagi noleh kanan-kiri. Dia sudah harus sukun, tertancap mantap hanya kepada wanita yang sah menjadi istrinya. Bahkan salah seorang ahli tafsir memaknai litaskunu ilaiha dengan arti laki-laki diciptakan jodohnya supaya bisa “mengeraminya”.
Tentu saja istilah itu adalah kiasan bernada joke yang lebih bersifat lahiriah, tetapi sesungguhnya sangat tepat untuk menggambarkan betapa krusialnya sakinah bermakna mengerami. Tengoklah betapa banyak keretakan biduk rumah tangga yang berujung pada perceraian sebagai akibat minimnya intensitas hubungan lahir, interaksi fisik, hubungan seksualitas dsb).
Suami sibuk bekerja, istrinya pun tertakdir harus berkarier. Tidak jarang keduanya harus tugas di luar kota yang berbeda. Saat bertemu kalau tidak di akhir pekan ya sudah dalam keadaan lelah, tergerus rutinitas. Sukun hilang, sakinah pun diam-diam pergi. Timbullah masalah, tidak saling sapa, pisah ranjang, masuklah pihak ketiga, sidang pun menanti.
Sakinah pun memprasyaratkan sebuah lahan fisik berupa tempat untuk mengekspresikan interaksi fisik berupa rumah, apapun kondisinya. Sepasang suami istri jika ingin sakinah maka mereka harus tinggal satu atap, bagaimanapun caranya. Sebab jika sudah berlainan atap maka jangan harap tercipta sakinah yang sejati.
Oleh karena itu, jika tidak terpaksa sekali atau keadaan yang sangat mendesak, jangan sekali-kali hidup berlainan atap. Jika sang suami harus bekerja atau tugas di kota lain, maka istri harus mengikutinya. Suami harus mengajaknya, kendati harus hidup di kontrakan, di rumah mertua, di rumah orang tua, atau bahkan di kos-kosan. Keduanya tetap harus di bawah satu atap.
Bagi wanita, bila menghadapi masalah dalam berumah tangga, jangan gampang meminta pulang ke orang tuanya, seperti hits lagunya Betharia Sonata itu. Bersabarlah, bertahanlah di bawah atap rumah suamimu. Sang pria juga demikian, bila menghadapi cekcok dengan istri, jangan mudah cabut keluar rumah, nongkrong di kafe atau warkop sampai larut. Bertahanlah, tetaplah satu atap, bila perlu, jangankan satu atap, makanpun sepiring berdua seperti hits lagunya Ida Laila.
Orang Arab ketika menanyakan alamat rumah; di mana rumahmu, bukan dengan istilah ayna baytuka, tetapi ayna TASKUNU. Lagi-lagi kalimat taskun/sukun atau sakinah yang dijadikan referensi. Begitu juga ketika Allah menyuruh Nabi Adam untuk hidup tenteram di surga bersama Hawa: USKUN anta wa zaujuka al-jannah. Tinggallah dengan nyaman bersama istrimu di Syurga wahai adam.
Maka SAKINAH adalah kunci utama sekaligus solusi jitu yang diberikan Alquran kepada kita dalam membina dan menjaga rumah tangga. Jangan takut tidak punya rumah, jikalau sudah sakinah, maka Allah yang akan membuka pintu rezeki mendapatan sandang, pangan, dan papan.
إِن يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“….Jikalau mereka (suami-istri) fakir miskin, Allah y, ang akan memberikan kecukupan dari karunia-Nya. Allah Maha Luas dan Mengetahui” (An-Nur:32)
MAWADDAH
Mempunyai arti cinta, kasih sayang. Padahal ungkapan syair-syair dan puisi cinta dalam gramatika Arab adalah menggunakan kalimamat mahabbah bukan mawaddah. Lalu mengapa Alquran memilih kalimat Mawaddah daripada Mahabbah? Apa perbedaannya?
Mahabbah dan mawaddah adalah sama-sama cinta kasih yag dikaruniakan Allah kepada umat manusia. Bedanya, mahabbah adalah cinta asmara dua insan yang dilandasi af’al ‘aathifiyah atau perasaan sentimentil, sementara mawaddah adalah cinta asmara dua insan yang dilandasi af’al qolbiyah ma’al masuuliyah: cinta kasih dua kalbu yang mempunyai tanggung jawab bersama.
Keduanya jelas sama tetapi tak serupa. Ada perbedaan mendasar. Mahabbah adalah panah asmara yang menancap di dua hati insan yang dimabuk cinta dan cenderung tidak peduli dengan realitas di sekelilingnya. Mahabbah adalah cinta sepasang kekasih di mana dunia hanya miliki mereka berdua.
Sementara itu, mawaddah lebih dari sekadar asmara. Ia dibekali dengan sebuah tanggung jawab atas ikatan cinta. Jika mahabbah adalah cinta sepasang kekasih, maka mawaddah adalah cinta sepasang suami-istri. Masing-masing mempunyai konsekuensi atas cintanya. Mahabbah tidak ada konsekuensi. Tidak ada hak dan kewajiban. Mawaddah meliputi semuanya, ada tanggung jawab, ada hak dan kewajiban. Mahabbah belum tentu mawaddah, tetapi mawaddah sudah pasti mahabbah.
Ada sepasang suami-istri hidup rukun beranak-pinak, penuh cinta dan bahagia hingga kakek nenek, padahal seumur-umur sebelum akad nikah tidak pernah bertemu, apalagi pacaran yang bertahun-tahun. Mereka langgeng dengan mawaddah, tetapi tidak sedikit pasangan suami-istri baru memasuki tahun kedua sudah berantakan rumah tangganya, padahal mereka pacaran sejak SMP hingga wisuda bersama, ke mana-kemana berdua, lengket seperti prangko, kata anak zaman old. Begitu ijab kabul, rasa hambar mulai terasa, akhirnya ikatan rumah tangganya low bat dan hang kata kids zaman now. Mereka bubar, karena hanya mengandalkan mahabbah. Itulah rahasia kenapa Alquran memilih kata Mawaddah!
Untuk dapat MAWADDAH Anda harus SAKINAH dahulu, begitu urut-urutannya. Jadi bagi Anda yang tidak pernah pacaran dengan calon istri, suami tidak perlu khawatir. Mawaddah menanti Anda jika Anda mau ber-SAKINAH.
RAHMAH
Jika mawaddah adalah cinta kasih sepasang suami-istri, maka RAHMAH adalah cinta abadi dari ALLAH SWT, Dzat yang maha Cinta dan maha Kasih. Sebuah rumah tangga jika sudah menerapkan dan meng-install sakinah dan mawaddah, maka Allah SWT akan otomatis meng-install cinta-Nya kepada pasangan tersebut.
Diberikanlah rahmah berupa kecukupan rezeki yang barokah, anak-anak yang sholih sholihah, sabar menghadapi musibah, syukur ketika menerima nikmat. Tidak harus kaya, tetapi dimudahkan urusannya, enak dipandang, elok dilihat. Membuat iri banyak orang, padahal ke mana-mana hanya naik kendaraan roda dua. Diboncengnya anak-istrinya dengan penuh riang gembira. Jika kehujanan, basah bersama tertawa bersama.
Masya Allah… kita mungkin sudah tidak asing mendengar anak seorang pejabat, anak seorang artis, anak seorang petinggi tersangkut dan terjerat narkoba. Namun, ada sepasang ayah ibu mengantarkan anaknya diwisuda di sebuah PTN dan menjadi lulusan terbaik dengan nilai tertinggi. Diantarkannya anaknya tersebut menghadiri wisuda dengan menggunakan BECAKNYA… Subahanallah. Itulah Rahmah Allah.
Semoga kita semua diberikan ALLAH keluarga yang Sakinah, Mawadah dan Rahmah. Amin.
Wallahu A’alam bis Showab
*Tulisan ini dimuat di Majalah Ibadah edisi 15 Januari-4 Februari