Oleh: Muhamad Zain Aziz (1974-2018) *
“Pengasuh yang terhormat,
Saya kok yakin sekali, suatu saat dan tidak lama lagi, Islam akan bangkit di setiap sektor kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial, hukum, iptek maupun sektor-sektor lainnya, sebagaimana di masa silam, Islam mengalamai kejayaan dan masa keemasannya dalam berbagai hal, termasuk kekuatan militernya sehingga menjadi negara yang superpower saat itu.
Hanya yang jadi pertanyaan, mengapa setiap kali Islam menunjukkan tanda-tanda kebangkitan, selalu saja ada pihak-pihak yang ketakutan dan khawatir atas kejayaan Islam atau istilahnya Islamophobia.
Lalu bagaimana Alquran memberikan resep agar Islamophobia bisa terkikis dan bagaimana cara menghadapi pihak-pihak yang terjangkit masalah tersebut? Terima kasih”
Ikhwan di Garut
—-
Sdr Ikhwan yang dimulyakan Allah,
Sebagai umat Muslim yang saat ini jumlahnya sudah lebih dari 1,7 milliar, kita semua berharap bahwa suatu saat, Islam akan menjadi pionir yang sesungguhnya bagi penduduk bumi ini, tidak hanya menguasai perlbagai lini dan sektor kehidupan, tetapi lebih dari itu, mampu secara elegan menunjukkan bahwa kehadiran Islam benar-benar merahmati semua makhluk di muka planet ini melalui ajarannya yang kompatibel dengan segala zaman, rasional, logis, religius, juga santun dan ramah serta saling cinta kasih pada sesama.
Pendek kata, kita ingin agar suatu saat keunggulan nilai-nilai Islam benar-benar mengayomi seluruh umat manusia sebagai pengejawantahan dari ayat:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ (الانبياء 107)
“Dan Kami tidak mengutusmua wahai Muhammad, kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta”
Sudah dari semula bahwa Islam adalah agama yang mempunyai nilai-nilai unggul bahkan tidak bisa diungguli oleh kekuatan lain. Islam adalah agama yang penuh kasih (QS. Al-Baqarah: 83 dan 195), toleran (QS. Al-Kahfi: 29 dan QS. Al-Kafirun: 6), moderat (QS al-Baqarah: 143), mengakui dan menghargai perbedaan (QS: Hud 118), demokratis (QS As-Syura 38), egaliter (QS. Al-Hujurat: 13), simple/fleksible (QS. Al-Hajj: 78 dan Al-Baqarah: 185). Bahkan ayat yang pertama turun adalah seruan untuk berpikir dan menganalisis alam semesta melalui Iqra’ atau membaca (QS. Al-Alaq: 1-3) serta puluhan ayat yang mendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dari nilai-nilai universal yang dahsyat itu, umat Islam pernah melahirkan tokoh-tokoh dan ilumwan kelas internasional di zaman kejayaannya. Sebut saja ahli fisika (Ibnu Haitham, peletak dasar ilmu teleskop), kimia (Abu Bakar Muhammad ar-Razi/Rhazes), kedokteran (Ibnu Sina/Avessina), matematika (Al-Khuwarizmi dengan aljabarnya, Umar Khayyam dengan Geometrinya dll), ilmu astronomi (Abu’l Hasan al-Harrani), filsafat (Ghazali dkk), sosiologi (Ibnu Khaldun), ekonomi (Al-Mawardi), seniman (Muhammad al-Farabi) dan ratusan cendekiawan, ilmuwan, pakar, sastrawan yang tiada terhitung jumahnya, belum lagi ahli ilmu agama yang melahirkan karya-karya hukum, Islam dari berbagai disiplin ilmu dan mazab. Singkat cerita, Islam telah menyumbang peradaban dunia yang adiluhung, luhur, bernilai tinggi dan benar-benar mengubah wajah dunia kala itu dengan semangat rahmatan lil alamin-nya.
Lalu, saat ini ketika dunia Islam akan menunjukkan tanda-tanda kebangkitan, mengapa selalu dituding miring, radikal, jahat, ekstremis, antidemokrasi, pelanggar HAM, teroris dan sebutan negatif lainnya? Ke mana karya-karya Islam yang monumental itu? Mengapa dunia non-Muslim begitu takut dengan wajah Islam? Mengapa ada Islamophobia alias fobia Islam?
Jawabnya tidak sederhana. Yang jelas, bukan Islam yang mengalami degradasi nilai-nilai, melainkan kembali kepada umat Islam atau kaum Muslimin sendiri. Ketika ada fenomena ketakutan atas Islam, maka bukan wajah Islam yang berubah sangar, yang begitu tampak menakutkan, bukan!
Yang terjadi adalah adanya segelintir kelompok yang mengatasnamakan Islam, mengibar-ibarkan bendera Islam, berteriak lantang tentang Islam, akan tetapi perilaku dan tindakannya sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai Islam yang luhur itu. Sekelompok golongan ini kecil tetapi sangat berbahaya karena dengan hawa nafsunya, menafsirkan ayat-ayat Qur’ani sesuai selera mereka, tidak menerima pendapat lain, mudah mengkafirkan pihak yang tidak sependapat, golongan lain dianggapnya salah, merasa dirinya/kelompoknya paling benar.
Rasulullah pun sudah pernah mewanti-wanti bahwa pada suatu saat di akhir zaman: “Akan muncul suatu sekte/firqoh/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur’an, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula salat kalian daripada salat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur’an dan mereka menyangka bahwa Al Qur’an itu adalah (hujjah) bagi mereka, tetapi ternyata Al Qur’an itu adalah (bencana) atas mereka. Salat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya”. (HR Muslim 1773)
Digambarkan bahwa mereka adalah golongan yang gemar mengangkat senjata, memberontak, keluar dari assawadul a’dzam (mayoritas umat), melakukan tindakan teror di sana-sini, membunuh warga sipil, menebar bom di mana-mana. Dan semuanya dilakukan atas nama Jihad serta meninggikan kalimat Islam.
Bagaimana tidak terjadi fobia, jika yang terekam di benak masyarakat non-Muslim adalah ISIS, AL-Qaeeda, Front an-Nushra, Tandzim Jihady dsb. Sudah tidak ada lagi bayangan tentang hebatnya Khawarizmy, cerdiknya Ghazali, kimianya Farabi, fisikanya Al-Kindy, dahsyatnya kedokteran Avissena, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun dst. Semuanya tergantikan dengan Abu Bakar Al-Baghdadi, Osamah Ben Laden dan kaki tangannya, Abu Mus’ab Az-Zarkowi, Abu Mohamad Al-Joulany, Imam Samodra, Amrazy, Azhari dsb
Jika ingin menghadapi fobia Islam dan menghapusnya dari benak masyarakat dunia, tiada lain adalah dengan kembali kepada ajaran al-Quran. Mari kita tengok surat Ali Imron ayat 153:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Oleh karena rahmat Allah-lah, kamu (Muhammad) sanggup berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, sudah pasti mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
Ayat di atas menyeru agar umat Islam mempunyai sikap yang lemah lembut, penuh kasih, bertutur santun, dan berhati sutra. Tidak berarti umat Islam lemah, sebab syariat sudah memberikan batas-batasnya. Penekanannya adalah jika kita bersikap keras dan berhati kasar, maka sudah pasti, jangankan yang non Muslim, umat Islam akan lari menjauh, meski kita meneriakkan kebenaran. Di sinilah mulai tersemai benih-benih fobia.
Lalu ayat tersebut mengajak untuk mentradisikan dialog dalam menghadapi pelbagai masalah, bermusyawarah, rembukan, rapat, sidang, baik sendiri-sendiri maupun perwakilan (demokrasi), sebagaimana ayat tersebut juga menyeru umat Islam untuk mudah memberikan permaafan alias tidak pendendam. Inilah kunci sukses dakwah Nabi Muhammad yang sempurna, jauh dari fobia. Apabila nilai-nilai ini bisa kita tampilkan secara konsisten di depan masyarakat dunia, sedikit demi sedikit fobia mereka terhadap Islam akan terkikis.
Adapun menghadapi kelompok-kelompok radikal yang selama ini telah dengan nyata membuat fobia warga non-Muslim dunia, maka dilihat dulu, jika mereka menebar aliran radikalnya itu melalui pemikiran, maka harus dilawan juga dengan pemikiran melalui mimbar-mimbar pengajian, pendidikan, dan semacamnya.
Namun, jika mereka menebarkannya melalui senjata dan membuat jatuh korban jiwa, maka tiada lain senjata dibalas dengan senjata melalui aparat negara. Sebab Nabi pun sudah menginstruksikan demikian dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Ali Bin Abi Thalib:
“Akan keluar pada akhir zaman nanti sekelompok orang yang masih muda-muda umurnya dan pendek akalnya. Mereka berkata dan ucapan yang terbaik (pandai berceramah). Mereka membaca Al-Quran, (akan tetapi) tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka melesat keluar dari batas-batas agama ini seperti melesatnya anak panah keluar dari tubuh buruannya. Maka apabila kalian mendapati mereka, perangilah mereka karena sesungguhnya orang-orang yang memerangi mereka akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Jadi memerangi Islamofobia adalah dengan menghabisi akar penyebabnya. Semoga bermanfaat
Wallahu A’lam bis Showab
* Tulisan ini sudah dimuat di Majalah Ibadah edisi 15 Januari-14 Februari 2018