MADANINEWS.ID, JAKARTA – Dunia maya dengan beragam fitur sosial medianya, memang menjanjikan banyak hal. Kemudahan, kepraktisan, kecepatan, sekaligus tren dan gaya. Dalam banyak aspek kehidupan bahkan, seolah kita tidak bisa lepas dari internet.
Meski begitu, internet juga bisa memberikan dampak yang tidak menguntungkan. Ada muncul gejala kecandua, misalnya saja yang terbaru adalah munculnya gejala Cyberchondria, yaitu kondisi di mana seseorang terlalu memikirkan kondisi kesehatan mereka dan mencoba untuk mendiagnosis diri sendiri dengan bantuan informasi yang tersedia di internet.
Beberapa informasi yang dirangkum oleh sharianews.com menyebutkan bahwa, cyberchondria adalah masalah yang relatif baru. Istilah ini muncul di awal tahun 2000-an, tetapi dengan proliferasi internet dan smartphone berkecepatan tinggi, kemunculan gejala cyberchondria pada sebagian individu menjadi semakin banyak di temukan.
Kecemasan berlebihan
Para peneliti di Imperial College London (2000) memperkirakan tingkat kunjungan ke klinik rumah sakit untuk mengatasi kegelisahan yang diinduksi oleh internet, memperlihatkan adanya kerugian yang harus ditangggung oleh National Health Institute hingga mencapai 420 juta poundsterling per tahun untuk jenis perawatan jalan saja.
Dr. Brian Fallon dari Columbia University, yang melakukan penelitian terhadap hypochondria, tersebut mendefinisikan cyberchondriacs sebagai “sekelompok hypochondriac yang memiliki fokus kompulsif kuat dan obsesif terhadap gejalanya.” Dr. Brian mengklaim bahwa 90 persen hypochondria yang memiliki akses ke Internet menjadi cyberchondria.
Sementara studi penelitian Harris Inteeractive, mendefinisikan karakteristik cyberchondria sebagai ‘kekhawatiran atau kecemasan berlebihan tentang kesehatan’. Berdasarkan definisi ini, secara harfiah para ahli mengartikan cyberchondria sebagai ‘keprihatinan tentang kesehatan berdasarkan pengaruh media online’.
Meski begitu, dalam nomenklatur diagnostik psikiatri, istilah ‘hypochondriasis’ lebih didefinisikan sebagai ‘penyakit karena kecemasan’ atau lebih akurat disebut dengan istilah ‘kecemasan kesehatan’.
Apa pun nama dan istilahnya, inti dari jenis kekhawatiran yang satu ini ialah adanya kecenderungan untuk menafsirkan variasi normal dalam fungsi tubuh sebagai sesuatu yang mencerminkan gejala penyakit yang serius.
Cyberchondria, seperti dikutip dari buku ‘ New York State Psychiatric Institute, Emily Doherty-Torstrick dan rekan (2016)’ mengacu pada kebiasaan mencari informasi secara online yang berlebihan untuk tujuan mencari informasi berkaitan dengan perawatan kesehatan (hal. 390). Kebiasan ini bisa ditemukan pada 90 persen orang-orang Amerika yang mencoba mengecek kesehatan secara online.
Doherty-Torstrick dan rekannya, mengemukakan bahwa penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa semakin banyak orang mencari informasi kesehatan di Internet dari sumber yang kurang akurat, maka semakin tinggi tingkat kegelisahannya.
Para peneliti di Royal College of Surgeons di Irlandia menyarankan solusi untuk mencegah cyberchondria kepada para ahli untuk membubuhi keterangan diagnosis online yang mereka buat dengan statistik tentang insiden dan prevalensi penyakit tertentu.
Namun, dokter dan peneliti berpendapat bahwa informasi kesehatan secara online tidak semuanya buruk. Teknologi telah menyediakan media yang ideal bagi jutaan orang untuk mengelola dan menjaga kesehatan mereka.
5 gejala cyberchondria
Pertama, Anda memeriksa online untuk informasi gejala, sampai 1 hingga 3 jam per hari. Adanya kecemasan terhadap penyakit yang tinggi, dan kadang mengkhawatirkan diri sendiri bahwa Anda memiliki hampir gejala 5 penyakit dibandingkan dengan yang rekan-rekan cemaskan.
Kedua, Anda takut memiliki beberapa penyakit. Orang-orang yang sangat menderita kecemasan tidak hanya menghabiskan lebih banyak waktu, tetapi juga mengambil lebih banyak kesempatan untuk mencari informasi tentang gejala yang mereka rasakan secara online.
Ketiga, Orang dengan kecemasan tinggi, tidak hanya menghabiskan lebih banyak waktu, tetapi juga mengambil lebih banyak kesempatan untuk mencari informasi tentang gejala yang mereka rasakan secara online.
Keempat, mencari tanda-tanda dan gejala penyaki tertentu secara online, hingga semakin membuat Anda merasa lebih cemas. Jika mereka yang menderita kecemasan tinggi sedang mencoba untuk meyakinkan diri mereka sendiri, penyelidikan online mereka hanya membuat mereka lebih buruk. Selama dan setelah sesi pemeriksaan, mereka melaporkan kecemasan yang jauh lebih tinggi dari pada orang yang mendapat skor rendah pada skala kecemasan penyakit.
Kelima, meski secara medis kondisi kesehatan Anda sebenarnya stabil, tetapi kecemasan yang Anda memiliki membuat Anda semakin terobsesi untuk mencari informasi dan memeriksakan secara online apa yang Anda khawatirkan dan mencoba untuk mencocokkan dengan apa yang Anda baca dari internet.
Solusi yang dibutuhkan
Doherty-Torstrick dan rekan-rekannya menyatakan bahwa, “Sumber informasi medis mudah di dapat di internet, tampaknya bermasalah bagi individu dengan kecemasan penyakit yang tinggi.”
Untuk menghindari gejala Cyberchondria antara lain, pertama bisa dilakukan dengan tidak berasumsi terlalu jauh tentang gejala yang dirasakan dengan sumber informasi yang dibaca dari internet. Jika merasakan ada gejala suatu penyakit, diagnosis yang dipercaya adalah bukan hanya berdasarkan pemeriksaan keluhan dan terhadap gejala tetapi, perlu melakukan pemeriksaan laboratorium untuk pembuktian medis melalui pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya.
Kedua, konsultasikan ke dokter ahli. Pemeriksaan yang akan dilakukan oleh dokter jauh lebih komprehensif dan holistik, dibandingkan hanya dengan menduga dari internet.
Ketiga, batasi waktu penggunaan internet untuk mencari informasi tentang penyakit tersebut. Hentikan dorongan untuk menggali informasi secara dalam melewati internet dengan menjauhkan atau bahkan mematikan fasilitas internet untuk jangka waktu tertentu dalam sehari.
Alihkan perhatian kepada hal-hal yang jauh dari dunia cyber dengan mencari kegiatan yang menenangkan seperti beribadah, sebagai sarana pengusir kecemasan yang sangat ampuh bagi siapa pun