MADANINEWS.ID, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan korupsi dalam penentuan alokasi tambahan kuota haji yang diberikan Arab Saudi pada 2024. Tambahan 20 ribu kuota itu awalnya dimaksudkan untuk memperpendek masa tunggu jemaah haji reguler.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan tujuan awal pemerintah adalah mengalokasikan mayoritas kuota tambahan untuk jemaah reguler yang telah lama menunggu keberangkatan.
“Kalau berdasarkan niat awal, niat awal dari Pak Presiden datang ke sana, meminta kuota, alasannya, niat awal dan alasannya itu untuk memperpendek waktu tunggu. Ini para jemaah haji yang reguler, seharusnya yang 20 ribu itu kan semuanya dimasukkan ke reguler,” ujar Asep di Gedung Merah Putih, Selasa (12/8/2025).
Bertentangan dengan UU
Namun, Asep menyebut rencana itu bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur porsi 92% kuota reguler dan 8% kuota khusus. Artinya, dari 20 ribu kuota tambahan, hanya sekitar 1.600 yang seharusnya dialokasikan untuk haji khusus.
“Jadi kira-kira 8 persen itu 8 × 20 ribu, 1.600. Jadi yang kuota regulernya berarti 18.400, harusnya seperti itu,” kata Asep.
KPK menduga pergeseran penggunaan kuota ini bermula dari pertemuan sejumlah asosiasi travel dengan Kementerian Agama (Kemenag). Menurut Asep, asosiasi tersebut memandang kuota tambahan sebagai peluang ekonomi.
“Membicarakan itu, [ini ada kuota tambahan nih]. Nah ini mereka ini asosiasi ini berpikirnya berpikir ekonomis. Artinya bagaimana mendapatkan keuntungan yang lebih besar,” ujarnya.
Diduga Ada Imbalan
Kesepakatan pembagian kuota 50:50 antara haji reguler dan khusus kemudian dikuatkan lewat Surat Keputusan (SK) Menteri Agama. KPK kini menelusuri proses terbitnya SK tersebut, termasuk dugaan adanya aliran dana. Informasi awal menyebut, imbalan per kuota berkisar USD 2.600–7.000 per jemaah.
“Kita yang sedang telusuri informasi itu. Yang mana dan yang dari travel mana dengan sejumlah itu,” kata Asep.
Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan lebih dari Rp1 triliun, berdasarkan perhitungan awal internal KPK yang telah dibahas bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pencegahan ke Luar Negeri
KPK telah mencegah eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), mantan staf khususnya Ishfah Abidal Aziz (IAA), dan pemilik Maktour Fuad Hasan Masyhur (FHM) bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Tindakan ini dilakukan untuk memastikan ketiganya tersedia saat dibutuhkan keterangannya dalam penyidikan. “Keberadaan dan keterangan yang bersangkutan akan diperlukan dalam proses penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji,” ujar Asep.