MADANINEWS.ID, Jakarta – Sama halnya seperti shalat lima waktu, hukum melaksanakan ibadah shalat jumat juga wajib bagi laki-laki. Shalat Jumat merupakan satu dari beberapa tuntunan syariat yang hanya dikhususkan untuk umat Nabi Muhammad SAW. Tidak pernah ada dalam sejarah nabi sebelum Rasulullah SAW tuntutan melakukan shalat Jumat.
Dalam Al-Quran dijelaskan :
Kewajiban melaksanakan ibadah shalat Jumat diperuntukan bagi semua laki-laki yang telah memenuhi kriteria atau syarat wajib sesuai yang disyariatkan nabi Muhammad SAW.
Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri dalam Syarh al-Yaqut al-Nafis menyebutkan bahwa syarat wajib Jumat ada tujuh. Sekiranya tidak terpenuhi, maka tidak wajib menjalankan Jumat. Berikut ini 7 syarat wajib Jumat:
Syarat pertama adalah Islam, Syarat kedua Akil Baligh dan syarat ketiga adalah berakal. Ketiga syarat ini berlaku di setiap kewajiban ibadah lainnya, tidak terkecuali shalat Jumat. Sebab bila tidak terpenuhi, maka seseorang tidak terkena beban (taklif) melakukan kewajiban-kewajiban syari’at. Sehingga Jumat tidak diwajibkan atas non-Muslim, anak kecil yang belum akil baligh, orang gila dan penderita epilepsi.
Syarat keempat dan kelima adalah merdeka dan laki-laki. Tidak seperti shalat fardlu lainnya, Jumat tidak dibebankan kepada hamba sahaya dan perempuan serta khuntsa (orang yang tidak jelas jenis kelaminnya). Hal ini berdasarkan hadits Nabi Saw:
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
“Jumat adalah kewajiban bagi setiap Muslim secara jamaah kecuali empat orang. Hamba sahaya yang dimiliki, perempuan, anak kecil dan orang sakit”. (HR. Abu Daud).
Syarat keenam adalah sehat jasmani. Shalat Jumat hanya dibebankan kepada orang yang sehat. Orang sakit dan yang mempunyai uzur tidak diwajibkan shalat Jumat. Dalam arti, kriteria uzur dalam permasalahan shalat jamaah juga berlaku dalam bab Jumat.
Syarat ketujuh, bermukim. Sehingga tidak wajib Jumat bagi orang yang sedang bepergian meski jarak tempuhnya tidak sampai batas jarah diperbolehkan mengqashar shalat. Namun, gugurnya kewajiban Jumat bagi musafir dengan catatan perjalanannya dengan tujuan yang mubah dan dilakukan sebelum terbit fajar subuh hari Jumat.
Apabila perjalanannya dengan tujuan maksiat atau ditempuh setelah subuh, maka wajib bagi musafir menjalankan Jumat di tengah perjalanannya. (lihat Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hasyiyah al-Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, juz.2, hal.443, Dar al-Fikr-Beirut, cetakan pertama tahun 1997).