MADANINEWS.ID, JAKARTA – Banyak usaha makanan (resto) yang memasang label ‘No Pork No Lard’ sebagai “wujud self declare halal”. Strategi ini digunakan untuk meyakinkan konsumen bahwa produk mereka bebas dari babi.
Apakah label “No Pork No Lard” dapat menjamin konsumen memperoleh produk yang halal? Pada prinsipnya pe-label-an resto dengan istilah “No Pork No Lard” merupakan contoh bentuk penyederhanaan pemahaman masyarakat tentang self declare halal. Padahal bukan begitu maksudnya self declare halal.
Self declare halal merupakan skema sertifikasi halal yang dilakukan berdasarkan pernyataan sepihak pelaku usaha bahwa benda atau jasa yang dipasarkannya adalah halal. Jadi, pe-label-an semacam itu tidak otomatis menjamin suatu produk benar-benar halal.
Konsumen dituntut lebih jeli untuk mencari produk yang lebih aman dan terjamin kehalalannya. Yaitu dengan cara memperhatikan apakah sesuatu yang akan dikonsunsinya itu sudah mengantongi sertifikat halal atau belum?
Sertifikasi halal mencakup proses yang jauh lebih luas, mulai dari bahan baku hingga penyajian. Semua tahap harus sesuai dengan syariat Islam.
Resto yang dikategorikan UMKM minimal untuk dapat melakukan self declare halal tetap memerlukan penilaian dari pendamping PPH (proses produk halal). Hasil penilaian inilah yang dijadikan pertimbangan penetapan kehalalan benda dan jasa oleh Komite Fatwa Produk Halal yang anggotanya ditetapkan oleh Menteri Agama.
Pendamping PPH adalah volunteer berpendidikan minimal SLTA yang telah mendapatkan pelatihan singkat. Mereka hanya dibekali pendekatan penilaian halal positive list of materials, seperti tidak mengandung babi, alkoholnya, darah, dan barang najis lainnya. Dikarenakan kompetensinya terbatas, maka pengetahuan pendamping PPH juga terbatas di dalam melakukan penilaian.
Contohnya beberapa bulan lalu sempat viral produk minuman beralkohol mencantumkan logo sertifikat halal. Sesudah ditelusuri rupanya produk minuman itu mendapatkan sertifikasi halal melalui skema self declare halal.
Produk minuman itu dihasilkan UMKM yang dianggap oleh pendamping PPH sebagai produk yang berbahan dasar positive list atau terbuat dari daftar bahan yang tidak kritis. Oleh sebab itu pendekatan penilaian yang dilakukan Pendamping PPH adalah Halal Positive List of Materials.
Tapi rupanya produk yang berbahan dasar positive list, misalnya tape ketan atau tape singkong, jika didiamkan lama akan berobah layaknya minuman beralkohol. Itulah sebab musabab kenapa produk minuman beralkohol salah satu UMKM dapat lolos dan mendapatkan sertifikasi halal dengan skema self declare.
Secara prosedural skema self declare halal pada produk yang termasuk kategori halal positive list of materials dipandang sudah tepat. Akan tetapi masalahnya adalah ketika bahan dasar yang semula dianggap oleh pendamping PPH sebagai positive list ternyata merupakan bahan dasar kritis atau high list.
Produk atau jasa yang menggunakan bahan dasar high list untuk mendapatkan sertifikasi halal tidak dapat dilakukan secara self declare. Pelaku usaha untuk mendapatkan sertifikasi halal harus menyertakan penyilai halal atau profesional yang ahli di bidangnya, minimal berpendidikan sarjana. Penyilai halal melaporkan kehalalan produk kepada auditor halal sebelum akhirnya mendapatkan fatwa halal untuk diterbitkan sertifikasi halal. Itulah skema sertifikasi halal pada produk berbahan pokok night list.
Upaya pemerintah mempercepat peroleh produk UMKM dengan menggunakan skema self declare halal adalah patut kita apresiasi. Akan tetapi dalam kasus-kasus sertifikasi halal produk UMKM yang ternyata menggunakan bahan dasar high list, kiranya perlu mendapatkan perhatian khusus. Dalam hal ini khususnya Pendamping PPH memerlukan pendidikan dan pelatihan yang lebih intensif supaya mereka lebih memahami produk-produk yang berbahan high list. Termasuk produk yang secara kasat mata tergolong positive list tetapi berpotensi mengandung high list.
Selain itu dipandang perlu membangun ekosistem kehati-hatian daripada kemanfaatan dalam pengembangan ekosistem halal di Indonesia.
M. Ishom el Saha (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Serang)