Oleh: Muhamad Zain Aziz (1974-2018) *
“Pengasuh yang terhormat,
Saya ingin bertanya sehubungan dengan maraknya berita hoaks akhir-akhir ini terutama di media sosial. Bagaimana pandangan Alquran tentang fenomena berita bohong tersebut dan bagaimana solusi yang ditawarkan Alquran kepada kita agar terhindar dari prilaku atau korban hoaks? Terima kasih.”
Abdul di Malang
Saudara Abdul yang terhormat,
Berita palsu, kabar bohong, cerita fitnah, informasi menyesatkan atau yang zaman kini dikenal dengan sebutan hoax, sesungguhnya sudah ada setua dan se-usia manusia itu sendiri. Betapa Nabi Adam AS dan istrinya Sayyidah Hawa “terlempar” ke bumi saat tengah enak-enaknya menikmati indahnya Surga Firdaus dengan segala fasilitasnya. Penyebabnya adalah informasi hoaks yang diembuskan Iblis terkait khasiat buah Khuldi, dimana oleh Allah SWT telah dilarang untuk didekatinya.
Nabi Adam dan Hawa menelan mentah-mentah informasi sesat dari Iblis tersebut dan akhirnya tertipu serta mendapatkan risiko yang maha berat, yaitu terusir dari surga. Tidak hanya terdampar di Bumi, Nabi Adam pun terpisah dari istrinya selama 300 tahun lamanya. Selama itu pula beliau memohon ampunan dan mengajukan pertaubatan sebab ia merasa telah rusak reputasinya di hadapan Allah SWT. Doa taubat yang mereka panjatkan direkam dalam Alquran surah Al-Akaraf ayat 23 yang artinya :
“Mereka berdua berdoa: Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, jika tidak Engkau ampuni dan Engkau rahmati, niscaya kami akan menjadi orang-orang yang rugi (pecundang)”
Itulah hoax pertama yang memakan korban manusia, setua itu, dan sedahsyat itu akibatnya.
Dan zaman kini, saat revolusi media dan teknologi informasi mencapai era tertinggi yang tak pernah dicapai sebelumnya (digital era), manusia dengan beragam budaya dan strata sosialnya, mampu mengakses informasi selama 24 jam atau bahkan mampu menjadi produk informasi itu sendiri (netizen jurnalism) dengan sangat mudahnya melalui jari-jemari di atas segenggam kotak kecil bernama smartphone, maka tak ketinggalan pula informasi-informasi gelap, palsu, sesat alias hoaks mendapatkan panggung yang tepat dan cepat.
Iblis pun tidak repot-repot lagi mengecoh sasaran targetnya. Semua menjadi gampang dan mudah, terlebih di alam demokrasi yang liberal, semua informasi bercampur baur tanpa verifikasi/tabayyun lebih dahulu. Herannya, situasi tersebut justru dilihat oleh sebagaian kalangan sebagai peluang bisnis yang mampu menghasilkan pundi-pundi materi. Ratusan situs produsen hoaks berseliweran dengan omzet yang ditaksir sekitar 600 hingga 700 juta per tahun.
Seseorang yang memiliki reputasi tinggi, tokoh masyarakat, dihormati, dan disegani, bisa rontok dan terlempar jatuh dari “kursi surga” dalam hitungan menit hanya dengan sebuah foto digital, atau rekaman audio atau teknologi hoaks lainnya yang tersebar cepat melalui tangan ke tangan. Mengerikan!
Lalu bagaimana kita menyikapi fenomena hoaks melalui prespektif Al-Quran?
Pertama, biasakan check and re-check atas sebuah berita, tabayyun atau verifikasi. Terlebih jika kabar tersebut tampak aneh dan mengandung kecurigaan. Keanehan tersebut terasa karena biasanya dibawa atau berasal dari sumber yang tidak lazim (situs tidak dikenal, narasumber tanpa identitas, konten bernada provokatif dsb) atau dalam bahasa Al-Quran bersumber dari kalangan fasiq (provokator). Maka solusi yang ditawarkan Al-Quran adalah Tabayyun alias cross check atau verifikasi, sebagaimana dalam surah Al-Hujurat ayat 06:
يَـأيُّهَاالّذِيْن آمنـُوْا ِاٍنْ جـآءَكمْ فَاسقٌ بـِنَباٍ فتبيّنـُوْا أنْ تُصِبـوْا قوْمًـا بِجَهَالـةٍ فتُصْبِحُـوْا علَى مَا فعَلْتـُمْ نـدميـن
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang seorang yang fasik kepadamu membawa berita, maka perjelaslah/tabayyun (hingga kamu mengetahui kebenarannya) agar tidak menyebabkan suatu masyarakat jatuh pada situasi kebodohan (keributan) sehingga kamu menyesal terhadap apa yang kamu lakukan”
Gamblang dan lugas sekali Alquran menyuruh kita untuk menverifikasi dan cross check sebuah informasi, terlebih jika terindikasi bahwa itu berasal dari golongan fasiq atau kelompok yang sudah terkenal membuat provokasi. Sebab akibatnya sangat destruktif bila kita telan mentah-mentah sebuah informasi yang tidak valid dari golongan fasiq (provokator).
Karenanya Al-Quran mewanti-wanti jika sampai kita termakan sebuah informasi hoaks tanpa sebuah tabayyun, maka kerusakan, keributan, dan kekacauan yang akan terjadi dalam suatu masyarakat bahkan bangsa dan negara. Sesal kemudian tiada berguna.
Nabi SAW sedikit membuka ciri orang yang suka membuat berita bohong/fasiq, yaitu bilamana ada orang yang menceritakan segala sesuatu yang ia dengar, maka itu ciri/indikasi tukang bohong.
Kedua, jangan ikut-ikutan menyebarkan sebuah berita yang belum terverifikasi secara valid keabsahannya, meskipun mungkin isi informasi itu sesuai dengan pendapat kita. Bisa jadi berita itu bohong, palsu/hoaks. Hendaklah kita hati-hati dan tidak terburu-buru mempercayainya apalagi ikut menyebarkannya melalui forward atau share.
Pesan tersebut disampaikan secara tegas oleh Al-Quran dalam surah An-Nur ayat 15:
إِذ تَلَقَّونَهُ بِأَلسِنَتِكُم وَتَقولونَ بِأَفواهِكُم مّا لَيسَ لَكُم بِهِ عِلمٌ وَتَحسَبونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ اللهِ عَظيمٌ
“Ingatlah, ketika kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kalian lantas menyebarkannya dengan mulutmu tentang apa yang tidak kamu ketahui, dan kalian menganggapnya hal itu suatu yang ringan saja (meremehkannya). Padahal hal itu adalah pekara besar bagi Allah”.
Mungkin di antara kita ada yang cuek setelah men-share sebuah kabar yang terindikasi hoaks. Ah, paling besok atau lusa juga hilang dari peredaran…, begitu guman kita, tetapi ketahuilah, bagi kita mungkin remeh, bagi Allah adalah perkara besar. Betapa jejak digital telah membuat banyak orang terjungkal?
Ketiga, biasakan budaya literasi atau banyak membaca pengetahuan baik dari referensi pustaka maupun digital library. Hal itu diperlukan dalam rangka mengedukasi masyarakat agar mampu memilah mana informasi yang layak konsumsi dan mana yang harus dihindari. Terlebih bagi insan pers, pegiat media sosial, maupun netizen jurnalism secara umum.
Proses membacanya pun harus dibarengi dengan ikhtiar keimanan, sebab membaca tanpa menyertakan sisi ruhaniah, akan dengan mudah terjebak pada pemahaman subjektif yang justru melahirkan keegoan intelektual yang pada gilirannya menciptakan manusia-manusia yang merasa benar sendiri. Itulah mengapa wahyu pertama kepada Nabi adalah perintah membaca dengan atas nama Tuhan:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴿١﴾ خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ﴿٢﴾ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ﴿٣﴾ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ﴿٤﴾ عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu itu Maha Mulia, Yang mengajarkan manusia dengan pena atas apa yang tidak menusia ketahui”
Keempat, korban hoaks.
Korban di sini bisa berarti pihak yang dirugikan akibat sebuah fitnah/kabar hoaks, dan korban dalam arti ikut mempercayai karena tidak tahu, lalu ikut menyebarkannya. Dua-duanya dianggap sebagai korban.
Jika Anda adalah korban kategori pertama, maka berusahalah tetap tenang sembari bertafakur mengapa sampai ada orang memfitnah kita, apakah ada orang yang sedang hasud (iri) dengan kita? Muhasabahlah, evaluasilah tindak tanduk kita, pergaulan kita, perangai kita. Perbanyak baca surah Al-Falaq.
Jika memang kita yakin telah difitnah, berilah statement bahwa Anda tidak seperti yang dituduhkan kabar tersebut. Katakanlah meski kebenaran itu pahit dan banyak rintangannya. Itulah hakikat kehidupan. Nabi bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Turmudzy: “Katakanlan sebuah kebenaran, meski itu terasa pahit di lidah”
Dalam Alquran bahkan dituturkan jika kita jadi korban suatu fitnah, maka sebenarnya itu adalah hal baik bagi kita, sebab Allah yang akan turun tangan membalas musuh-musuh kita.
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“… Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya” (QS. An-Nur: 11-12)
Lalu jika kita adalah korban kategori kedua, yaitu pihak yang ikut mempercayai sebuah informasi hoax akibat ketidaktahuan kita, menelan mentah-mentah bahkan ikut menviralkannya, maka satu-satunya jalan adalah mengakui kesalahan, meminta maaf kepada korban, dan bertaubat kepada Allah serta menyesalinya sedalam-dalamnya sebagaimana taubatnya Nabi Adam dan Sayyidah Hawa tatkala menjadi korban hoaks Iblis.
Semoga kita semua senantiasa dilindungi Allah SWT dari perbuatan fitnah dan korban hoaks.
Wallahu A’lam bis Shawab.
* Tulisan ini sudah dimuat di Majalah Ibadah edisi 15 Februari-14 Maret 2018
Maka dari itu untuk membedakan mana informasi yang fakta dan hoax kita perlu mengetahui apa ciri-ciri informasi hoaks. Menurut dosen Ilmu Informasi dan Perpustakaan FISIP UNAIR setidaknya ada 5 ciri hoaks yaitu sumber yang tidak jelas, menyudutkan pihak tertentu, memaksa pembaca untuk menyebarkan informasi tersebut, apabila ada gambar ataupun video tidak tampak jelas, dan tidak ada informasi pasti kapan kejadian itu terjadi. Sumber : http://news.unair.ac.id/2020/07/23/begini-cara-bedakan-informasi-palsu-dan-fakta/