MADANINEWS.ID, JAKARTA — Tim Penanggulangan Bencana Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyepakati rencana kerja edukasi dan sosialisasi bencana alam dan nonalam. MUI akan fokus pada mitigasi bencana melalui edukasi dan sosialiasi ke umat Islam.
Wakil Menteri Agama (Wamenag), KH Zainut Tauhid Sa’adi, mengatakan, perencanaan melalui raker yang digelar pada Sabtu pekan lalu karena MUI menyadari bahwa Indonesia sangat berpotensi dilanda bencana alam seperti gempa, atau nonalam seperti kabut asap, banjir, dan bencana penyakit dan bencana sosial seperti narkoba .
Dari identifikasi dan perencanaan, kata dia, tim dapat menetapkan sarana dan sumber daya manusia apa saja yang dibutuhkan dalam menangani bencana. Kemudian menetapkan setiap proses atau langkah yang diperlukan dalam menangani bencana. Termasuk strategi khusus dengan kompetensi khusus terhadap kondisi darurat.
“Kita juga menentukan jalinan komunikasi internal dan eksternal dalam menghadapi bencana, agar penanganan bencana dapat dilaksanakan secara efektif, dan dampak buruknya dapat dimitigasi sesegera mungkin,” kata Wamenag, dikutip dari website MUI Senin (13/07).
Ia menyarakan tim melakukan kolaborasi dengan banyak pihak lain terkait strategi penanggulangan bencana. Hal ini didasari pada mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam. Sedangkan peran ulama begitu penting dan masih sangat berpengaruh di tengah masyarakat.
“Suara ulama yang mampu mensyiar dan berdakwah dengan lembut, dapat memengaruhi umat serta menjadi wasilah bagi pemerintah dan seluruh elemen lain yang peduli terhadap bagaimana meningkatkan kesadaran umat untuk memitigasi dampak bencana bila terjadi,” ujar dia.
Sementara itu, Sekjen MUI, KH Anwar Abbas, mengutarakan arah kebijakan MUI dalam mitigasi bencana berpusat pada memertahankan 5 aspek tujuan syariat (maqashid syariah) yaitu menjaga jiwa, agama, akal, harta, dan nasab. Dua aspek yang pertama yaitu jiwa dan agama adalah domain yang melandasi fatwa-fatwa Covid-19 yang diterbitkan beberapa waktu lalu.
“MUI tidak hanya untuk menjaga diri, tetapi jangan sampai agama kita terkorbankan, jangan sampai perintah Tuhan tak terlaksanakan,” kata Kiai Anwar.
Dia menambahkan, dalam konteks penanggulangan bencana, arah kebijakan MUI adalah sejalan dengan pemerintah. Dia pun mengajak segenap pihak tidak saling menyalahkan satu sama lain dan bergotong royong menghadapi bencana, terutama Covid-19.
Bagaimanapun kata dia, bencana yang berlaturut-larut akan berdampak pada bencana lainnya seperti sosial, ekonomi, hingga politik. Multiefek bencana ini tentu semua pihak tidak menginginkan hal itu terjadi.
“Kita seiring sejalan dengan pemerintah, agar jangan sampai krisis politik tidak terjadi. Kita bisa cegah jangan sampai ada krisis sosial. Kita berusaha cegah jangan krisis ekonomi berlarut, kita harus segara meungkin keluar dari Covid-19,” paparnya.
Lebih lanjut, ia mengaku sepakat dengan kampanye BNPB 4 sehat 5 sempurna sebagai ikhitar menjaga imunitas tubuh. Hanya saja, dalam perspektif agama perlu ditambah dengan prinsip halal dan thayib.
Di lain pihak, Sekretaris Utama BNPB, Harmensyah mengungkapkan, kebijakan BPNB terhadap bencana terdiri dari tiga tahapan yaitu pra bencana, saat bencana (tanggap darurat), dan pascabencana. BNPB menyadari betul peran besar MUI dalam upaya mitigasi bencana ke masyarakat. Ini pula yang melandasi nota kesepahaman MUI-BNPB yang ditandatangi pada 8 Juni lalu.
“Ini tentunya bukan hanya untuk di Jakarta, tapi juga untuk provinsi, kab/kota se Indonesia,” ujar dia.
Dia menggarisbawahi, rencana kegiatan tahun ini akan dititikberatkan pada edukasi dan sosialisasi melalui ceramah di berbagai forum keagamaan seperti di mushala, masjid, dan majelis taklim serta di berbagai platform media. Dengan demikian masyarakat akan semakin mempunyai bekal mitigasi bencana.
“Jika terjadi bencana tidak tergagap, tidak terdadak, sehingga siap. Bencana boleh saja terjadi, tak bisa kita tolak, tapi kita siap bencana agar jauh dari kita,” tutur dia.