MADANINEWS.ID, JAKARTA – Dalam ajaran agama Islam, kepedulian terhadap anak yatim merupakan salah satu tugas mulia yang ditekankan secara kuat. Al-Qur’an, kitab suci umat Islam, dengan tegas menggariskan pentingnya melindungi hak-hak anak yatim. Di sisi lain, Al-Qur’an juga mengandung ancaman bagi pemakan harta anak yatim dalam Al-Qur’an.
Islam merupakan agama rahmat yang menjunjung tinggi solidaritas dan mengutuk tindak diskriminasi antar umat manusia. Dalam praktiknya, umat Islam diajarkan dan dimotivasi untuk selalu berbuat kebaikan dan menjauhi melakukan hal-hal yang sifatnya merugikan orang lain.
Nabi Muhammad saw merupakan sosok suri tauladan dan pioner terciptanya asas kemaslahatan dan kemanfaatan mengajarkan di antaranya untuk menyantuni anak-anak yatim sebagai bentuk dari sifat rahmah dan solidaritas. Hal tersebut tercermin dalam sabdanya yang memberikan garansi kedekatan dengan dirinya untuk orang-orang yang menyantuni anak yatim.
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هَكَذَا، وَأشَارً بِإِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
Artinya: “Aku dan orang yang menanggung anak yatim memiliki kedudukan seperti ini”, nabi Muhammad memberi isyarat dengan dua jarinya (telunjuk dan tengah) yang didekatkan”. (HR, Bukhari).
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang berperilaku sebaliknya yakni orang-orang yang justru merugikan, melakukan diskriminasi dan memakan harta anak-anak yatim?.
Islam sangat mengecam orang-orang yang melakukan terhadap orang-orang yang memakan harta anak yatim. Allah bahkan memberi ancaman terhadap orang-orang yang melakukannya akan dimasukan ke dalam neraka dan harta anak yatim yang dimakan tak ubahnya merupakan api yang menyala-nyala di dalam perut mereka.
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ أَمۡوَٰلَ ٱلۡيَتَٰمَىٰ ظُلۡمًا إِنَّمَا يَأۡكُلُونَ فِي بُطُونِهِمۡ نَارٗاۖ وَسَيَصۡلَوۡنَ سَعِيرٗا
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (Qs. An-Nisa [4]: 10).
Ragam Pendapat Ahli Tafsir
Islam secara tegas melarang adanya diskriminasi dalam segala hal termasuk dalam masalah harta anak yatim. Nash al-Qur’an seperti An-Nisa ayat 2 maupun ayat 9 secara tegas melarang adanya diskriminasi terhadap anak yatim, sebelum kemudian ayat di atas menjelaskan ancaman bagi para pelaku diskriminasi terhadap anak yatim.
Imam Fakhruddin Ar-Razi menjelaskan bahwa bentuk ancaman yang dijelaskan pada ayat di atas merupakan bentuk kasih sayang Allah terhadap anak-anak yatim. Hal tersebut dikarenakan ketidakmampuan anak yatim sehingga Allah memberi perhatian lebih terhadap mereka dan memberi ancaman terhadap siapa saja yang melakukan diskriminasi terhadap mereka.
وَمَا أَشَدَّ دَلَالَةَ هَذَا الْوَعِيدِ عَلَى سَعَةِ رَحْمَتِهِ وَكَثْرَةِ عَفْوِهِ وَفَضْلِهِ، لِأَنَّ الْيَتَامَى لَمَّا بَلَغُوا فِي الضَّعْفِ إِلَى الْغَايَةِ الْقُصْوَى بَلَغَتْ عِنَايَةُ اللَّهِ بِهِمْ إِلَى الْغَايَةِ الْقُصْوَى
Artinya: “Alangkah jelasnya ancaman pada ayat ini menunjukan keluasan kasih sayang dan banyaknya ampunan dan anugerah-Nya. sebab anak yatim ketika sampai pada keadaan lemah, maka pada saat itu pula pertolongan Allah akan datang”. (Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut, Daru Ihya at-Turats al-Arabi], juz IX hal 506).
Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya meriwayatkan sebuah hadits yang menyebutkan bahwa ketika nabi Muhammad saw Isra, ia melihat suatu kaum yang memiliki bibir seperti bibir unta, kemudian di antara mereka ada yang ditarik bibirnya dan dimasukkan ke dalam mulutnya batu dari api yang kemudian keluar dari belakang mereka. Nabi saw bertanya kepada Jibril terkait mereka dan dijawab bahwa mereka adalah orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim.
وَرَوَى أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ لَيْلَةِ أُسْرِيَ بِهِ قَالَ: (رَأَيْتُ قَوْمًا لَهُمْ مَشَافِرُ كَمَشَافِرِ الْإِبِلِ وَقَدْ وُكِّلَ بِهِمْ مَنْ يَأْخُذُ بِمَشَافِرِهِمْ ثُمَّ يَجْعَلُ فِي أَفْوَاهِهِمْ صَخْرًا مِنْ نَارٍ يَخْرُجُ مِنْ أَسَافِلِهِمْ فَقُلْتُ يَا جِبْرِيلُ مَنْ هَؤُلَاءِ قَالَ هُمُ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا
Artinya: “Abu Said Al-Khudri meriwayatkan, ia berkata: menceritakan kepadaku nabi saw pada malam ia di-Isra’kan: “Aku melihat suatu kaum yang memiliki bibir seperti halnya bibir unta, kemudian dari mereka terdapat orang yang ditarik bibirnya dan dimasukkan ke dalam mulut mereka batu dari api sehingga keluar dari belakang tubuh mereka. Aku bertanya kepada Jibril: “Siapa mereka?”, “mereka adalah orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim”. (Al-Qurtubi, Al-Jami’ li ahkamil Qur’an, [Kairo, Darul Kutub Al-Misriyah], juz V, hal 53).
Lebih lanjut, Ar-Razi menjelaskan bahwa maksud dari ancaman di atas memiliki dua kemungkinan makna:
Pertama, melihat dzahir ayat, maka maksud dari ancaman tersebut memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan diskriminasi terhadap anak yatim pada hakikatnya ia memakan api sehingga di akhirat akan diberikan siksaan berupa api yang keluar dari setiap lubang di dalam tubuhnya. Sebagaimana dijelaskan oleh hadits riwayat Abu Said Al-Khudri di atas, juga riwayat Al-Suddi di bawah ini:
قَالَ السُّدِّيُّ: إِذَا أَكَلَ الرَّجُلُ مَالَ الْيَتِيمِ ظُلْمًا يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَهَبُ النَّارِ يَخْرُجُ مِنْ فِيهِ وَمَسَامِعِهِ وَأُذُنَيْهِ وَعَيْنَيْهِ، يَعْرِفُ كُلُّ مَنْ رَآهُ أَنَّهُ أَكَلَ مَالَ الْيَتِيمِ
Artinya: “As-Suddi berkata: “ketika seseorang memakan harta anak yatim secara zalim, maka ia akan dibangkitkan di hari Kiamat sedang api membara keluar dari mulut, kedua telinga, dan kedua matanya. Setiap orang yang melihatnya akan mengetahui bahwa ia adalah pemakan harta anak yatim”.
Kedua, maksud ancaman pada ayat di atas bersifat universal dalam artian ayat di atas memberitahukan bahwa di antara penyebab yang menjadikan seseorang mendapatkan siksa Allah ialah memakan harta anak yatim. (Ar-Razi, 506).
Anak yatim tak ubahnya sama seperti anak-anak lainnya yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Di antara bentuk perhatian yang dianjurkan oleh nabi SAW, adalah mengayomi dan menyantuni anak yatim di sekeliling kita hingga nabi sendiri yang memberikan jaminan kedekatan dengannya bagi siapa saja yang melakukan.