MADANINEWS.ID, Jakarta – Idul Fitri dan Idul Adha datang sekali dalam satu tahun. Keduanya adalah hari besar Islam dengan fadhilah yang berbeda. Masing-masing memiliki keutamaannya sendiri dan juga memeiliki kesunnahan yang berbeda. Ibadah sunnah tahunan ini mempunyai ciri khas masing-masing,
Hari Hari Raya Idul Adha misalnya yang dikenal dengan Hari Raya Kurban atau Hari Raya Haji, karena pada hari itu kegiatan kurban dan ibadah haji dilaksanakan. Khusus untuk kurban, diambil dari kisah pengorbanan Nabi Ibrahim yang diperintah Allah untuk mengorbankan putranya yakni, Nabi Ismail. Namun berkat kemurahan Allah SWT, penyembelihan terhadap Nabi Ismail dibatalkan. Kemudian digantikan dengan kambing. Sejak saat itulah umat muslim dianjurkan untuk berkurban. Lantas bagaimana ketentuan, makna dan hukumnya?
Definisi Qurban
Kata kurban menurut etimologi berasal dari bahasa Arab qariba – yaqrabu – qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat. Maksudnya yaitu mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya. Yang dimaksud dari kata kurban yang digunakan bahasa sehari-hari, dalam istilah agama disebut “udhhiyah” bentuk jamak dari kata “dhahiyyah” yang berasal dari kata “dhaha” (waktu dhuha), yaitu sembelihan di waktu dhuha pada tanggal 10 sampai dengan tanggal 13 bulan Dzulhijjah. Inilah yang melatar belakangi muncul istilah Idul Adha.
Dari uraian tersebut, dapat dipahami yang dimaksud dari kata qurban atau udhhiyah dalam pengertian syara’, ialah menyembelih hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha dan tiga Hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah.
Dasar Hukum Qurban
Ibadah kurban yang dilaksanakan pada hari raya Idul Adha sampai hari tasyrik, tiada lain bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, kurban juga berarti menghilangkan sikap egoisme, nafsu serakah, dan sifat individual dalam diri seorang muslim. Dengan berkurban, diharapkan seseorang akan memaknai hidupnya untuk mencapai ridha Allah semata. Ia “korbankan” segalanya (jiwa, harta, dan keluarga) hanya untuk-Nya. Oleh karena itu, pada hakikatnya, yang diterima Allah dari ibadah kurban itu bukanlah daging atau darah hewan yang dikurbakan, melainkan ketakwaan dan ketulusan dari orang yang berkurban, itulah yang sampai kepada-Nya.
Adapun yang menjadi dasar hukum qurban adalah Surat Al-Kautsar yang berbunyi: “Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban.” (Q.S Al-Kautsar: 1-2)
Selain itu, ada perbedaan pendapat dari beberapa kalangan ulama madzhab dalam menentukan hukum qurban sunnah muakkad, atau sunnah yang dikuatkan. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak disyariatkannya sampai beliau wafat. Ketentuan kurban sebagai sunnah muakkad dikukuhkan oleh Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah kurban bagi penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar (bepergian), hukumnya adalah wajib.
Kriteria Hewan Kurban
Berkurban dengan seekor kambing atau domba diperuntukkan untuk satu orang, sedangkan unta, sapi dan kerbau diperuntukkan untuk berkurban tujuh orang. Ketentuan ini dapat disimpulkan dari hadits berikut: Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami telah menyembelih kurban bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang.” (HR Muslim)
Para ulama sepakat bahwa semua hewan ternak boleh dijadikan untuk kurban. Hanya saja ada perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih utama dari jenis-jenis hewan tersebut. Imam Malik berpendapat bahwa yang paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi, lalu unta. Sedangkan Imam al-Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama adalah unta, disusul kemudian sapi, lalu kambing.
Berikut kriteria hewan qurban yang disyariatkan: 1) Domba (dha’n) harus mencapai minimal usia satu tahun lebih, atau sudah berganti giginya (al-jadza’). 2) Kambing kacang (ma’z) harus mencapai usia minimal dua tahun lebih. 3) Sapi dan kerbau harus mencapai usia minimal dua tahun lebih. 3) Unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih.
Selain kriteria di atas, hewan-hewan tersebut harus dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam, “Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas pincang, dan (4) yang (badannya) kurus lagi tak berlemak.” (HR Abu Dawud).
Demikian ulasan singkat mengenai Ketentuan Qurban dan Dasar Hukumnya dalam Islam. Selamat berkurban semoga amal ibadah kita diterima Allah SWT.[]