IBADAH.ID, Jakarta – Potensi besar ekonomi syariah Indonesia nyatanya tak diikuti dengan grafik pertumbuhan yang menggembirakan. Bagaimana tidak, di sektor perbankan syariah saja mislanya, pangsa pasar keuangan syariah terhadap industry perbankan hanya berada di kisaran 5,3%, kalah jauh dari Malaysia dengan 23,8% dan Arab Saudi dengan 51,1%.
Ketertinggalan Indonesia, menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro salah satunya karena Indonesia belum secara optimal dalam mengintegrasikan aspek teknologi ke dalam kerangka pembangunan ekonomi Islam.
Karenanya, lanjut Bambang, Pemerintah melalui Komite Nasional Keuangan Syariah atau (KNKS) akan fokus pada agenda pembangunan ekonomi dan keuangan Islam.
“Pemerintah berkomitmen untuk menyediakan infrastruktur, regulasi yang relevan, serta untuk terus mempromosikan ekonomi dan keuangan Islam, tidak hanya untuk industri, tetapi juga untuk seluruh masyarakat,” kata Bambang dalam keterangan tertulis, Minggu (08/07/2018).
Bambang menyatakan untuk merealisasikan hal tersebut Pemerintah melalui KNKS akan bekerja sama dengan pihak regulator untuk membuka potensi ekonomi dan keuangan Islam, dengan mengintegrasikan ide dan inovasi dengan inovasi teknologi.
Oleh karena itu, ekonomi dan keuangan Islam nasional diharapkan tumbuh lebih cepat dan memberikan kontribusi yang lebih luas bagi masyarakat. Bambang berharap, para pemangku kepentingan di sektor ekonomi dan keuangan Islam bisa berperan aktif dan bersinergi.
Bambang juga mengatakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah masyarakat dan menciptakan laju perkembangan baru.
“Melalui inovasi teknologi, telah tercipta digitalisasi yang mempercepat perputaran informasi yang kemudian telah mengubah struktur ekonomi global dan nasional. Era ini akan menjadi era ekonomi digital, menandai proses revolusioner dari apa yang disebut revolusi industri keempat atau industri 4.0,” tulis Bambang dalam rilis tersebut.
Sejalan dengan fenomena perkembangan industri 4.0 secara global, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mempercepat pelaksanaan revolusi industri keempat sebagai garda depan revitalisasi sektor manufaktur Indonesia dalam rangka mencapai visi Indonesia sebagai 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030.
Komitmen ini tercermin dari peluncuran inisiatif “Making Indonesia 4.0” oleh pemerintah dengan tujuan untuk mengimplementasikan strategi revolusi dan peta jalan revolusi keempat di Indonesia.
Peta jalan ini memberikan arah dan strategi yang jelas untuk pergerakan industri nasional Indonesia di masa depan, termasuk di lima sektor yang difokuskan (yaitu makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, dan kimia) serta 10 prioritas nasional untuk memperkuat struktur industri Indonesia, yaitu: (1) meningkatkan arus barang dan bahan dalam perekonomian; (2) mendesain ulang zona industri; (3) mengakomodasi standar keberlanjutan; (4) memberdayakan UKM; (5) mengembangkan infrastruktur digital nasional; (6) menarik investasi asing; (7) meningkatkan kualitas sumber daya manusia; (8) mengembangkan ekosistem untuk inovasi; (9) insentif untuk investasi teknologi; dan (10) peraturan harmonisasi.
Untuk mendukung prakarsa “Menjadikan Indonesia 4.0” dan memposisikan Indonesia sebagai 10 besar ekonomi global pada tahun 2030, Menteri Bambang menjelaskan perlu perhatian terhadap potensi besar pengembangan ekonomi Islam, khususnya industri halal.
Seiring dengan meningkatnya pemahaman dan kesadaran umat Islam secara global dalam menggunakan produk halal, ekonomi Islam global telah mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir dan pengakuan luas.
Berdasarkan Laporan Ekonomi Islam Global terbaru, diperkirakan bahwa muslim global menghabiskan lebih dari US$ 2 triliun di seluruh sektor gaya hidup pada tahun 2016.
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar, Indonesia merupakan konsumen terbesar produk halal global. Namun sejauh ini, kata Bambang, Indonesia belum menjadi pemain global dalam produksi makanan halal, busana muslim, perjalanan halal, dan sektor lainnya.
Pemerintah akan bekerja lebih keras untuk mendorong agar Indonesia mampu menjadi pemain global dalam beragam sektor usaha produk halal serta mempromosikan gaya hidup halal di Indonesia.
Berpartisipasi dalam memproduksi produk halal tidak hanya akan memungkinkan untuk memenuhi permintaan domestik, tetapi juga untuk memasuki pasar global.
Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri dan aktor terkait lainnya diperlukan untuk mengembangkan industri halal nasional. Ini akan berdampak pada peningkatan kinerja sektor riil, yang selanjutnya akan berkontribusi terhadap pertumbuhan PDB, ekspor yang lebih tinggi, dan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar