MADANINEWS.ID, Jakarta – Kita mengenal Islam sebagai agama yang luwes, tidak kaku dan fleksibel. Agama yang memberi keleluasaan kepada pemeluknya. Hal itu karena Islam datang sebagai agama penyempurna. Dengan keluasan tersebut, Islam bisa memecahkan masalah-masalah baru yang senantiasa terus berkembang.
Sebagai contoh puasa yang hukumnya wajib namun bisa diganti dengan membari makan orang miskin. Meski demikian, ada ketentuan yang sudah diatur tersendiri dalam agama yang rahmatan lil alamin tersebut. Artinya, kita tidak sembarangan menentukan hukum dengan sendiri melainkan ada ketentuan yang sudah diatur.
Puasa dalah amalan wajib bagi kaum muslimin di Bulan Ramadhan dan dikerjakan secara langsung bagi mereka yang tidak ada udzur seperti sakit dan safar ataupun dengan qadha’ bagi yang tidak sanggup menjalankannya. Bagi mereka yang memiliki udzur dan ada kemungkinan udzurnya hilang sesudah Ramadhan, maka puasa dikerjakan dengan cara qadha’.
Pengertian dan Dasar Hukum
Tapi, bagi kaum muslimin yang sudah tidak mampu lagi berpuasa seperti orang tua renta dan orang sakit yang tak ada harapan sembuh, Allah memberikan keringanan kepada mereka dengan memberi makan orang miskin sebagai ganti puasanya, yang disebut fidyah.
Secara bahasa kata fidyah berasal dari bahasa arab فدى (fidaa) yang artinya memberikan harta untuk menebus seseorang. Harta atau sejenisnya yang digunakan untuk membebaskan seorang tawanan atau sejenisnya, sehingga terbebaslah dia dari statusnya sebagai tawanan. Jadi, pada dasarnya kata fidyah memang istilah yang digunakan dalam konteks tebus-menebus. Seperti penggunaan kata fidyah dalam firman-Nya ketika menceritakan kisah Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan untuk menyembelih putranya Nabi Ismail AS. “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. al-Shaffat : 107).
Anjuran membayar fidyah Ini didasarkan kepada firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Perbedaan Pendapat
Namun ada permasalahan yang dirasakan kaum muslim yang berhalangan puasa pada bulan Ramadhan, yaitu bagaimana takaran dalam membayar fidyah. Ada yang mengatakan boleh dibayar sesuai harga nominal makan kita untuk satu porsi dikalikan jumlah puasa yang harus diganti, ada pula yang menyarankan dengan memberi makan orang miskin sebanyak 1 mud (1,25 kilogram cerealia, seperti gandum, beras dan lainnya).
Membayar fidyah ditetapkan berdasarkan jumlah hari yang ditinggalkan untuk berpuasa. Setiap 1 hari seseorang meninggalkan puasa, maka dia wajib membayar fidyah kepada 1 orang fakir miskin. Sedangkan teknis pelaksanaannya, apakah mau perhari atau mau sekaligus sebulan, kembali kepada keluasan masing-masing orang.
Bila seseorang nyaman memberikan fidyah setiap hari, silahkan dilakukan. Sebaliknya, bila lebih nyaman untuk diberikan sekaligus untuk puasa 1 bulan, silakan saja. Yang penting jumlah takarannya tidak kurang dari yang telah ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fidyah hanya diberikan kepada fakir miskin seperti zakat fitrah. Untuk ukuran fidyah, seberapa banyak jumlahnya yang harus dikeluarkan, para ulama memiliki beberapada perbedaan pandangan. Berikut ini penjelasannya:
Pertama, Satu Mud, Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi’I, Imam Malik dan Imam An-Nawawi menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap 1 orang fakir miskin adalah 1 mud gandum sesuai dengan ukuran mud Nabi shalallahu‘alaihi wasallam. Mud adalah istilah yang menunjuk ukuran volume, bukan ukuran berat, bila diukur dengan ukuran zaman sekarang, 1 mud setara dengan 675 gram atau 0,688 liter.
Kedua, Dua Mud atau Setengah Sha’, Sebagian ulama yang lain seperti Abu Hanifah berpendapat ½ sha’ atau 2 mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah shalallahu‘alaihi wasallam atau setara dengan setengah sha‘ kurma atau tepung. Setara dengan memberi makan siang dan makan malam hingga kenyang 1 orang miskin. Sebagian ulama yang kira-kira ½ sha’ beratnya 1,5 kg dari makanan pokok.
Ketiga Satu Sha’, Ini adalah pendapat dari kalangan Hanafiyah, Satu sha’ itu setara dengan 4 mud, sama dengan jumlah zakat fitrah yang dibayarkan. Bila ditimbang, 1 sha‘ itu beratnya 2.176 gram. Bila diukur volumenya, 1 sha‘ setara dengan 2,75 liter.
Dari perbedaan ulama diatas kadar fidyah paling sedikit adalah satu mud, tetapi yang paling utama kita mengeluarkan setengah sha’ atau memberi satu porsi makanan masak kepada setiap miskin.
Waktu Pembayaran Fidyah
Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu ketika beliau sudah berusia lanjut dan tidak sanggup lagi berpuasa.
Yang tidak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan. Jika ia tidak bisa mengeluarkannya pada dua waktu tersebut di atas, maka berarti ia masih punya hutang fidyah yang masih jadi tanggungannya, ia lunasi pada waktu yang ia sanggupi.
Demikian sekilas penjelasan fidyah, meski terdapat beberapa perbedaan dari ulama mengenai besaran dan cara pembayarannya. Oleh sebab itu, sebagai awam sebaiknya kita mengikuti yang paling utama atau paling banyak disarankan oleh para ulama agar terhindar dari sikap keragu-raguan.[] Wallahu A’lam.