MADANINEWS.ID, JAKARTA — Meskipun secara arti kata bermakna diharamkan, namun makna Muharram berarti kesucian. Pada bulan ini, masyarakat Arab dahulu kala secara tidak tertulis sepakat berhenti berperang. Sebelum kedatangan Islam pun, Muharram sejatinya sudah mulia karena tidak ada peperangan. Meski sebelum Islam datang, namanya belum resmi Muharram. Disebut Muharram karena dia di awal tahun dan disepakati semua suku Arab bahwa pada bulan itu diharamkan (muharram) perang.
Namun karena ada beberapa kelompok yang mencoba menggeser waktu bulan haram, sehingga peperangan tetap terjadi di bulan haram, Allah SWT kemudian menurunkan firman dalam surat At-Taubah ayat 36:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah menganiaya diri dalam bulan yang empat itu, dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya; dan ketahuilah bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
Mengenai pelarangan perang pada Muharram ini sendiri, terutama bila landasannya adalah At-Taubah ayat 36 tersebut, para ulama berbeda pendapat. Mayoritas (Jumhur) ulama menyatakan bahwa dengan turunnya At-Taubah 36 itu maka larangan perang pada Muharram terhapus. Namun sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa pelarangan itu tetap ada.
Di dalam kitab Syarah Shahih Muslim, Imam As-Suyuti, menjelaskan bahwa bulan Muharram memiliki perbedaan dengan bulan-bulan lain. Nama Muharram muncul baru ketika ajaran Islam datang.
Pada zaman dahulu, sebelum Islam datang, Muharram dikenal dengan nama Safar Awal. Allah SWT melalui surat At-Taubah ayat 36 itu lantas menggantinya menjadi bulan Muharram. Hal ini pulalah yang kemudian membuat bulan Muharram disebut Nabi Muhammad sebagai syahrullah, bulannya Allah SWT. Sebab, Allah memberikan perhatian khusus kepada bulan ini.
Dalam kitab Fathul Bari, Juz 8 Halaman 108, Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebut bahwa hikmah dijadikannya Muharram sebagai awal tahun karena kesucian bulan ini. Dengan dijadikannya Muharram sebagai awal tahun, maka tahun Hijriyah akan dimulai dengan bulan suci (Muharram) dan ditutup dengan bulan suci pula (Dzulhijjah/berhaji). Pada tengah-tengahnya ada bulan Rajab dan di dua akhir ada Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Hal ini menunjukkan bahwasanya amal-amal itu tergantung atau dinilai berdasarkan penutupnya.
Bulan Muharram yang berada tepat setelah bulan haji (Dzulhijjah) juga memperlihatkan bahwa bulan ini menjadi momen para haji kembali ke rumahnya masing-masing. Sebelum berangkat, jamaah Haji membawa dosanya masing-masing, kemudian mensucikan dosanya ketika berhaji, dan ketika menjadi haji mabrur kembali dalam kondisi disucikan. Ketika mereka menjalani masa-masa pascahaji itu, perasaan telah disucikan Allah SWT, berada pada Muharram.
Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam Tafsir Al-Fakhrir Razi Juz 16 Halaman 53 menyatakan, pada bulan-bulan haram, termasuk Muharram, siapa yang melakukan perbuatan nista atau maksiat akan mendapatkan siksa yang lebih dahsyat. Begitu pula dengan sebaliknya, siapa yang menjalankan ibadah kepada Allah SWT akan dilipatgandakan pula ganjarannya. Dia menyampaikan, maksud dari haram itu adalah kemaksiatan pada bulan-bulan itu mendapatkan siksa yang lebih berat dan ketaatan pada bulan tersebut mendapatkan pahala yang lebih banyak pula.
Ibnu al-Jauzi dalam kitab at-Tabshirah juz 2 Halaman 6 menyampaikan bahwa bulan Muharram adalah bulan mulia. Muharram momentum untuk memupuk kebaikan dan menghindari keburukan.
Sebagai permulaan tahun, bulan ini menjadi titik pijak penuh hati-hati untuk melangkah ke depan. Sekaligus membiasakan dalam satu tahun untuk. Muharram adalah titik pijak yang baik untuk melakukan resolusi dalam setahun ke depan, khususnya resolusi spiritual dan mental.
Sebagai bulan Allah, Ibadah yang dilakukan pada Muharram termasuk paling utama. Dalam hadist riwayat Muslim dari Abu Hurairah RA disebutkan sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : أَفْضَلُ الصِّيَامِ، بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa pada syahrullah yaitu Muharram.”
Penyebutan syahrullah dalam hadist Muslim itu menunjukkan bahwa Muharram begitu istimewa di sisi Allah SWT. Jadi, marilah kita bersyukur dan menjadikan Muharram ini momentum kembali mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hadanallahu wa iyyakum ajmai’n. Kullu sanah wal ummah al-Islammiyyah bikhair