MADANINEWS.ID, Jakarta – Dalam laporan Global Islamic Finance Report (GIFR), Indonesia mencatat skor 81,93 pada Islamic Finance Country Index (IFCI) 2019. Indonesia berada di posisi pertama pasar keuangan syariah global. Ini merupakan prestasi gemilang yang berhasil diraih oleh dunia keuangan syariah Indonesia. Padahal sebelumnya, peringkat Indonesia berada di urutan keenam dunia.
Menanggapi itu, Pengamat Ekonomi Core Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, prestasi tersebut patut disyukuri, dalam beberapa tahun terakhir berhasil memperbaiki peringkat ekonomi syariah di level global. “Meskipun hal ini harus kita syukuri, tetapi masih banyak PR (pekerjaan rumah) yang harus dikerjakan,” ujar Piter saat dihubungi di Jakarta Minggu (4/10/2020).
Masih menurut Piter, secara perkembangan dan pertumbuhan pasar keuangan Indonesia naik pesat, namun jika dilihat dari posisinya terhadap pasar keuangan total, posisi keuangan syariah Indonesia masih rendah. “Aset perbankan syariah kita masih di bawah 10 persen terhadap total aset perbankan. Demikian juga dengan aset lembaga syariah nonbank,” katanya.
Padahal Indonesia memiliki potensi keuangan syariah yang jauh lebih besar. “Jadi meskipun kita mendapatkan peringkat yang begitu baik, masih banyak yang harus dilakukan,” ujarnya.
Senada dengan Peneliti Indef Nailu Huda, dirinya mengaku bersyukur atas potensi yang diraih karena perkembangan peraturan mengenai industri keuangan syariah di Indonesia cukup besar. “Dengan mayoritas penduduk muslim terbesar, capaian ini ya memang layak. Terlebih pemerintah juga aktif dalam perbaikan peraturan dan produk-produk syariah seperti Sukuk dan lainnya,” kata Huda.
Namun demikian, masih terdapat catatan mengenai keuangan syariah di Indonesia yang menyeret Bank Muamalat (Bank Syariah pertama) yang pernah hampir masuk ke dalam jurang kebangkrutan. Selain itu, bank syariah juga masih minim dalam project projek besar, seringkali hanya di pembiayaan perumahan. “Pengelolaan zakat juga masih belum optimal dalam mendorong pembangunan ekonomi yang berkualitas,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso menuturkan ekonomi syariah berperan penting terhadap perekonomian Indonesia termasuk dalam upaya pemulihan ekonomi nasional imbas dari pandemi Covid-19. Saat ini, sektor keuangan sudah memulai ekosistem ekonomi syariah. Namun hal tersebut perlu didukung dengan ekosistem lainnya seperti nasabah, aktivitas ekonomi, hingga lembaga pendukung lain.
“Sektor keuangan syariah tidak akan optimal kalau yang mengelilingi sektor tersebut tidak kita berdayakan dengan baik. Untuk itu, diperlukan sinergi dan integrasi antara sektor riil, keuangan komersial, dan keuangan sosial sehingga ketiga sektor tersebut dapat tumbuh secara bersama-sama dengan melibatkan stakeholders secara aktif,” katanya.
Untuk meningkatkan permintaan di sektor keuangan syariah perlu dorongan dari pemanfaatan teknologi digital. Pelaku industri keuangan syariah harus bisa menjangkau masyarakat ke daerah-daerah khususnya masyarakat yang belum terjangkau oleh perbankan. “Kita lakukan agar demand bisa tumbuh dengan masuk ke daerah, mengajak masyarakat yang belum bankable, belum diakses, dengan teknologi bisa diakses. Pada waktu kita mau kasih pembiayaan atau akses berbagai produk, secara digital informasinya sudah ada,” kata dia. Dia meyakini potensi keuangan syariah masih sangat besar. Apalagi Indonesia memiliki penduduk muslim terbesar di dunia, yaitu mencapai 229 juta orang atau sekitar 87 persen dari total penduduk Indonesia dengan jumlah santri sebanyak 3,96 juta orang dan 25.938 pesantren.[]