MADANINEWS.ID, JAKARTA –Pemerintah telah menyerahkan draf RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja/Ciptaker (sebelumnya Cipta Lapangan Kerja/Cilaka) ke DPR. Dalam draf yang beredar sebelumnya, RUU ini menghapus jaminan produk halal.
Di draf resmi yang sudah diserahkan ke DPR, jaminan produk halal tetap ada. Namun, standarnya diturunkan dari semula harus berdasarkan fatwa MUI, kini bahkan bisa berdasarkan pernyataan pengusaha pemilik produk
Format RUU Omnibus Law disusun berdasarkan revisi atas 79 UU yang sudah ada. Ada ketentuan UU yang dihapus, diedit, atau ditambahkan dari 79 UU itu di Omnibus Law Cipta Kerja. Ketentuan soal halal diatur dalam Pasal 49 RUU Cipta Kerja.
Pasal ini berisi revisi atas beberapa pasal di RUU Jaminan Produk Halal (JPH). Di antaranya, menghapus kewenangan tunggal MUI dalam menetapkan produk halal.
“Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal,” demikian bunyi angka 10, Pasal 49 RUU Cipta Kerja.
Ketentuan itu mengubah ketentuan UU Jaminan Produk Halal yang menetapkan Fatwa MUI sebagai sumber hukum:”Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.” Angka 10 Pasal UU JPH.
Pelaku Usaha Bisa Ajukan Klaim Halal
Ketentuan lain Omnibus Law Cipta Kerja adalah jaminan halal bisa didasarkan pada pernyataan/klaim si pemilik usaha. Meski, klaim itu harus sesuai standar BPJPH.
Pasal 4A
(1) Untuk Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, kewajiban bersertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 didasarkan pernyataan pelaku usaha Mikro dan Kecil.
(2) Pernyataan Pelaku Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan standar halal yang ditetapkan oleh BPJPH
Ketentuan soal standar halal diatur dalam UU Jaminan Produk Halal
Ormas Islam Dilibatkan Jamin Produk Halal
Dengan menghapus fatwa MUI sebagai rujukan utama menetapkan produk halal, RUU Omnibus Law menambahkan unsur ormas Islam sebagai tambahan rujukan, selain MUI, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan kementerian/lembaga.Penambahan itu dilakukan dengan merevisi Pasal 7 UU JPH sebagai berikut:
(1.) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BPJPH bekerja sama dengan:
a. kementerian dan/atau lembaga terkait;
b. LPH; dan
c. MUI.
(2) Selain bekerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJPH dapat bekerja sama dengan Ormas Islam yang berbadan hukum.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
(1) Kerja sama BPJPH dengan MUI dan Ormas Islam yang berbadan hukum dilakukan dalam hal penetapan kehalalan Produk.
(2) Penetapan kehalalan produk diterbitkan MUI dan Ormas Islam yang berbadan hukum dalam bentuk Keputusan Penetapan Halal Produk.