MADANINEWS.ID, JAKARTA — Bulan Rabí’ul Awwal, adalah bulan mulia dan agung. Karena pada bulan inilah terlahir sosok agung, Nabi Muhammad saw. Kaum muslim di seantero dunia memperingatinya dengan penuh cinta dan suka cita. Ini mereka lakukan sebagai bentuk syukur terhadap karunia agung yang diberikan Alláh swt.
Bahkan, kalau merujuk pada Alquran, akan didapati ayat yang bersifat perintah utuk mengingat-ingat hari-hari mulia, yang di bahasakan dengan Ayyamillah (hari-hari Alláh Swt), tepatnya pada ayat ke 5 surah Ibrahim, Alláh swt berfirman :
وذَكِّرهم بأَيامِ اللهِ
“Ingatkanlah mereka mengenai Hari-Hari Allah”
Sekian banyak mufasir berpendapat bahwa maksud dari Ayyámillah adalah hari di mana Alláh Swt mencurahkan nikmat-nikmat-Nya. Nikmat terbesar bagi umat Islam adalah dilahirkannya Nabi Muhmmad Saw. Sehingga, memperingati kelahiran Nabi Muhammad Saw adalah bagian yang diperintahkan Allah Swt untuk terus diperingati agar umatnya mengenal sosok Nabi saw dan mampu meneladani akhlak luhurnya.
Bahkan mengekspresikan kebahagian dan syukur atas hadirnya Nabi saw di muka bumi ini pun diperintahkan Allah swt, sebagaimana terdapat dalam ayat ke 58 surah yunus, Alláh swt berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا
“Katakanlah! dengan Fadl dari Alláh dan Rahmatnya lah, hendaklah dengan itu mereka bergembira.”
Al-Imam as-Suyúthi dalam tafsir ad-Dur al-Mantsur fí tafsír bi ma’tsur, mengutip salah satu pendapat Ibn Abbas yang mengatakan bahwa maksud kata fadlullah dalam ayat tersebut adalah Ilmu, dan rahmat bermakna Nabi Muhammad Saw, hal ini berdasarkan surah al-Anbiyá ayat ke 107. Surah at-Taubah ayat 128. Nabi saw diutus sebagai rahmat dan mempunyai sifat rahím. artinya. Muhammad adalah rahmat itu sendiri.
Ada sebagian kalangan yang mempermasalahkan tafsir kata rahmat dengan hadir dan lahirnya Nabi saw, karena berpandangan bahwa para mufasir lain, memberikan makna rahmat itu dengan al-Quran atau Islam. Maka, sebenarnya penafsiran kata rahmat dengan Alquran atau Islam atau dengan hadirnya Nabi saw tidaklah bertentangan.
Bukankah Nabi bertugas menyebarkan agama Islam yang merupakan agama rahmat? Bukankah Alquran yang penuh dengan rahmat diturunkan kepada Nabi Saw? Jadi, tidaklah keliru jika kalimat rahmat itu mencakup Nabi saw, Islam, dan Alquran, karena ketiganya itu adalah rahmat Allah swt.
Maka, kebahagian hakiki adalah bahagia karena lahir dan hadirnya Nabi saw di tengah-tengah kita.
Al-Imám al-Bukhári, didalam kitab shahihnya, meriwayatkan sebuah hadis Nabi saw yang berkaitan dengan Tsuwaibah, bekas budaknya Abu Lahab, yang kelak menyusui Nabi Saw beberapa saat.
وَثُوَيْبَةُ مَوْلاَةٌ لأَبِي لَهَبٍ كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا فَأَرْضَعَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَلَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ أُرِيَهُ بَعْضُ أَهْلِهِ بِشَرِّ حِيبَةٍ قَالَ لَهُ مَاذَا لَقِيتَ قَالَ أَبُو لَهَبٍ لَمْ أَلْقَ بَعْدَكُمْ غَيْرَ أَنِّي سُقِيتُ فِي هَذِهِ بِعَتَاقَتِي ثُوَيْبَةَ.
Tsuibah adalah budak abu lahab yang dimerdekakan olehnya, kemudain ia menyusui Nabi saw. Ketika abu lahab sudah meninggal dunia, ada kerabatnya yang bermimpi bertemu dengan abu lahab dan menanyakan kondisinya, abu lahab menjawab ‘aku tidak mendapati kebaikan, kecuali aku diberikan minum – dalam kitab umdatul Qari, air minum itu keluar dari lubang antara jempol dan telunjuk- karena aku pernah memerdekakan tsuaibah’
Al-Imám Ibn Katsír didalam kitab al-Bidáyah wa an-Niháyah mengatakan bahwa Abbás bermimpi bertemu Abu Lahab setelah satu tahun wafatnya, dan berkata keringanan siksaan itu terjadi setiap hari senin. Para ulama dan sejarawan menuturkan bahwa keringanan yang di dapatkan oleh abu lahab disebabkan ia pernah bahagia dengan kelahiran Nabi Saw yang diekspresikan dengan memerdekakan tsuwaibah . Abdulrahman as-Suhaili didalam kitab al-Raudhu al-Unf mengatakan:
وَكَانَتْ ثُوَيْبَةُ قَدْ بَشّرَتْهُ بِمَوْلِدِهِ فَقَالَتْ لَهُ أَشَعَرْت أَنّ آمِنَةَ وَلَدَتْ غُلَامًا لِأَخِيك عَبْدِ اللّهِ ؟ فَقُالْ لَهَا : اذْهَبِي ، فَأَنْتِ حُرّةٌ فَنَفَعَهُ ذَلِكَ وَفِي النّارِ كَمَا نَفَعَ أَخَاهُ أَبَا طَالِبٍ ذَبّهُ عَنْ رَسُولِ اللّهِ – صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ – فَهُوَ أَهْوَنُ أَهْلِ النّارِ عَذَابًا
Tsuaibah memberi tahukan kabar gembira kelahiran Muhammad saw kepada Abu lahab, seraya berkata ‘aku berikan kabar gembira bahwa aminah melahirkan anak laki-laki dari saudaramu abdullah’ abu lahab berkata ‘pergilah, sekarang kamu merdeka’, maka hal ini lah yang memberikan manfaat kepada abu lahab di neraka, ia mendapatkan keringanan siksaan, seperti abu thalib yang mendapatkan keringanan siksaan akibat selalu menolong dan melindungi nabi saw.
Keberadaan kisah ini dalam kitab shahíh al-Bukhári, sudah menjadi argumentasi kuat tentang keabsahan kisah ini, yang menyatakan abu lahab mendapatkan keringanan siksaan akibat pernah satu kali berbahagia atas kelahiran nabi saw, yang diekspresikan dengan memerdekakan tsuwaibah. Akan tetapi, masih ada kalangan yang menolak kisah ini dengan alasan bertolak belakang dengan ayat-ayat al-Qur’an seperti ayat ke 16 surah hud, dan ayat ke 23 surah al-Furqan.
Dalam persoalan ini, para ulama terbagi menjadi tiga kelompok besar. Pertama,ulama yang menggunakan teori ‘Amm dan Khásh, ayat-ayat yang menyatakan bahwa orang kafir pasti masuk neraka dan amal baik yang dilakukannya itu sia-sia sepeti debu yang berterbangan adalah bersifat umum untuk orang kafir, dan ditakhsís dengan hadis shahíh ini, yang membicarakan adanya keringanan siksaan. Artinya keringanan siksaan itu hanya berlaku jika ada nash yang mentakhsisnya. Seperti keringanan siksaan abu lahab dan abu thálib yang diriwayatkan dalam shahih bukhari dan muslim. Hal ini sejalan dengan pendapatnya al-Imám al-Qurthubí yang mengatakan:
هذا التخفيف خاص بهذا ومن ورد النص فيه.
Kedua, kelompok ulama yang mengatakan bahwa orang kafir sama sekali tidak akan merasakan manfaat amal baiknya di akhirat, hal ini sejalan dengan pendapatnya al-Imám al-Qádhi ‘iyadh yang berakta:
انعقد الإجماع على أن الكفار لا تنفعهم أعمالهم ولا يثابون عليها بنعيم ولا تخفيف عذاب وإن كان بعضهم أشد عذابا من بعض.
Telah terjadi ijmak bahwa amal baik orang kafir selama di dunia tidak memberikan manfaat dan tidak akan diberikan pahala atau balasan berupa kenikmatan surga atau keringanan siksaan, walau pun sebagaian mereka mendapatkan siksaan yang lebih berat dibandingkan yang lainnya.
Ketiga, kelompok ulama yang mengatakan bahwa orang kafir pun bisa merasakan manfaat amal baiknya selama didunia, dengan diringankannya siksaan akibat melakukan dosa-dosa, salian kekufuran. Sedangkan dosa kekufuran, inilah yang membuat orang kafir abadi di neraka. Hal ini senada dengan pendapatnya al-Imám al-Baihaqi yang berkata:
ما ورد من بطلان الخير للكافر فمعناه أنهم لا يكون لهم التخلص من النار ولا دخول الجنة ويجوز أن يخفف عنهم من العذاب الذي يستوجبونه على ما ارتكبوه من الجراءم سوى الكفر بما عملوه من الخيرات.
Keterangan-keterangan yang menjelaskan gugurnya kebaikan dari orang kafir, maksudnya adalah bahwa mereka tidak akan selamat dari neraka dan tidak akan masuk surga, tapi boleh saja siksaan mereka diringankan terhadap dosa-dosa yang dilakukan selain ke kafiran, sebab amal kebaikan yang mereka lakukan.
Nah, tiga pendapat para ulama ini sebenarnya tidaklah bertentanga. karena semuanya sepakat bahwa siksaan neraka nyata adanya bagi orang kafir, dan siksaan mereka bertingkat-tingkat, adanya peringanan siksaan bukan berarti menghilangkan seluruh siksaan itu, Itulah mengapa Neraka diciptakan bertingkat tingat, dan orang munafik menempati tingkat paling dalam dari neraka.
Tulisan ini, saya akhiri dengan mengutip sebuah syair karya al-Hafidz Syamsuddín Muhammad ibn Náshiruddín ad-Dimasyqi
إذا كان هذا كافرا جاء ذمه * بتبت يداه في الجحيم مخلدا
أتى أنه في يوم الإثنين دائما * يخفف عنه للسرور بأحمد
فما الظن بالعبد الذي طال عمره * بأحمد مسرورا ومات موحدا
Jika orang kafir ini (abu lahab) yang sudah dipastikan masuk neraka dan abadi didalamnya
Setiap hari senin selalu mendapatkan keringanan siksaan akibat pernah bahagia dengan Muhammad
Bagaimana lagi dengan seorang hamba yang sepanjang usianya selalu bahagia atas kelahiran Muhammad dan wafat dalam keadaan bertauhid.