MADANINEWS.ID, Jakarta – Dalam Islam bersuci ( thaharah ) memiliki posisi yang sangat penting bahkan menjadi bab pertama dalam pembelajaran fiqih. Bersuci merupakan perintah agama yang bisa dikatakan selevel lebih tinggi dari sekadar bersih-bersih. Sebab, tak setiap yang bersih adalah suci.
Thahârah terbagi menjadi dua, yakni bersuci dari najis dan bersuci dari hadats. Bersuci dari najis dilakukan dengan berbagai cara tergantung dengan tingkatan najis: berat (mughalladhah), sedang (mutawassithah), atau ringan (mukhaffafah). Sementara bersuci dari hadats dilakukan dengan wudhu (untuk hadats kecil) dan mandi (untuk hadats besar) atau tayamum bila dalam kondisi terpaksa.
Sebagaimana ibadah-ibadah lainnya, perintah bersuci ini mengandung hikmah atau kebijaksanaan. Setidaknya ada empat hikmah tentang disyariatkannya thahârah sebagaimana disarikan dari kitab al-Fiqh al-Manhajî ‘ala Madzhabil Imâm asy-Syâfi‘î karya Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan ‘Ali asy-Asyarbaji.
Pertama, bersuci merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah manusia. Manusia memiliki kecenderungan alamiah untuk hidup bersih dan menghindari sesuatu yang kotor dan jorok. Karena Islam adalah agama fitrah maka ia pun memerintahkan hal-hal yang selaras dengan fitrah manusia.
Kedua, menjaga kemulian dan wibawa umat Islam. Orang Islam mencintai kehidupan bermasyarakat yang aman dan nyaman. Islam tidak menginginkan umatnya tersingkir atau dijauhi dari pergaulan lantaran persoalan kerbersihan. Seriusnya Islam soal perintah bersuci ini menunjukkan komitmennya yang tinggi akan kemuliaan para pemeluknya.
Ketiga, menjaga kesehatan. Kebersihan merupakan bagian paling penting yang memelihara seseorang dari terserang penyakit. Ragam penyakit yang tersebar umumnya disebabkan oleh lingkungan yang kotor. Karena itu tidak salah pepatah mengungkapkan, “kebersihan adalah pangkal kesehatan”.
Anjuran untuk membersihkan badan, membasih wajah, kedua tangan, hidung, dan kedua kaki, berkali-kali saban hari relevan dengan kondisi dan aktivitas manusia. Sebab, anggota-anggota tubuh itu termasuk yang paling sering terpapar kotoran.
Keempat, menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat menghadap Allah: tidak hanya bersih tapi juga suci. Dalam shalat, doa, dan munajatnya, seorang hamba memang seyogianya suci secara lahir dan batin, bersih jasmani dan rohani, karena Allah yuhhibbut tawwâbîna yayuhibbul mutathahhirîna (mencintai orang-orang yang bertobat dan menyucikan diri)
Thaharah sebagai Perlindungan Diri dari Virus Corona
Dalam persoalan bersuci (thaharah), sesunguhnya tanpa disadari mengandung muatan untuk menghindarkan diri dari kuman penyakit. Karena itu, syariah Islam tidak hanya mengatur ketentuan menyangkut media bersucinya, berupa air atau tanah, tetapi juga mengatur tata cara bersuci.
Dalam hal membersihkan kotoran tertentu, diperlukan hingga 7x siraman dengan air mengalir, yang di antara itu harus membersihkan bagian yang terkena najis tertentu itu, dengan tanah. Najis dalam pengertian luas adalah segala sesuatu kotoran, yang berbahaya bagi tubuh, termasuk kuman penyakit semacam COVID-19.
Agar tubuh tetap bersih dan menghindari berbagai penyakit, Sunah Rasul menuntun untuk bersiwak/gosok gigi utamanya hendak tidur, setelah makan dan hendak salat.
Berwudhu dengan benar, yang disunahkan dimulai dengan berkumur, dan istinsyaq atau menghirup air ke dalam rongga hidung adalah cara yang baik untuk menjaga masuknya virus ke dalam tubuh. Lalu membasuk muka, kemudian menyapu kepala, yakni mengosok-gosokan jari yang basah ke seluruh bagian kepala, adalah hal yang sangat penting dan baik untuk membangkitkan seluruh syaraf dibagian kepala. Coba lakukan dengan benar dan rasakan manfaatnya.
Secara keseluruhan aspek penting lain dalam ritual berwudhu adalah menstabilkan suhu badan pada temperatur normal, sehingga tubuh akan terasa lebih segar. Maka sangat wajar jika dalam mengadapi corona, berwudhu ini direkomendasikan dan dianjurkan banyak pihak.
Demikian juga syariah mengatur pakaian menutup aurat, yang tidak hanya bermakna secara etis, tetapi juga untuk menjaga kesehatan. Selain itu juga disunahkan memakai wewangian, karena renik patogen, cenderung berbau busuk dan tidak nyaman di lingkungan yang wangi.
Mengingat suhu tubuh manusia normal dalam kisaran 36,5 sd 37,3 derajat Celcius, tidak didesain mengalami kejutan suhu. Sangat tepat mandi sebelum matahari terbit dan sebelum tenggelam. Dan agar tidak terjadi sock suhu, awali dengan berwudhu. Atau saat kehujanan, beradaptasi dulu dengan air biasa, dan tidak langsung mandi dengan air panas.
Dalam hal menjaga kebersihan lingkungan, sunah mengajarkan mengalirkan air tergenang, menutup bejana, menutup maknan dan minuman, menimbun bangkai dan hal-hal berbau busuk, menutup pintu dan jendela sebelum malam tiba dan membuka sebelum matahari terbit. Juga menutup mulut saat batuk, menguap atau bersin. Khusus bersin disertai untuk saling mendoakan.
Dalam hal-hal tertentu, sorban dan cadar sebagai kesunahan, sering dipandang sebelah mata. Padahal berguna fungsional, sebagai pelindung kepala di saat hujan atau panas terik, penutup hidung, melindungi wajah dan kepala dari tiupan angin dan debu. Singkatnya ia berfungsi multiguna termasuk sebagai penganti masker, penghangat tubuh di saat dingin, dll. Belakangan baru disadari dan beredar kabar bahwa Muslimah yang bercadar lebih kecil terjangkit virus corona. Subhanallah.
Tentu masih banyak hal tentang menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang bagi seorang muslim sudah menyatu dalam kehidupan keseharian. Tentang menjaga kesucian itu, Allah SWT berfirman yang artinya Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur, (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 6).
Terimakasih atas bombingan nya
Dapat di pahami
Menarik dapat dipahami dan memberikan inspirasi
Bisa di pahami
Aku mau nanya, aku punya anjing dan mau bersuci tapi aku udah pernah sholat jadi liur anjingnya berpindah area yang terkena air wudhu begitu juga kalau mandi. Aku mau nanya, kalau bolehkah saat bersuci air campuran tanahnya lebih dari satu basuhan
tolong jelaskan pertanyaannya kak