MADANINEWS.ID, JAKARTA – Indonesia merupakan negara yang memiliki dua musim. Musim kemarau di antara bulan Maret – September dan musim hujan di antara bulan Oktober – Pebruari. Ketika musim hujan, tidak jarang beberapa daerah akan mengalami banjir dan tanah longsor. Begitu pula daerah yang justru mendapatkan pengairan sawah secara gratis atau biasa disebut sawah tadah hujan. Lalu hujan itu rahmat atau bukan?
Di zaman Nabi saw. pun pernah terjadi kemarau yang panjang atau paceklik dan sebaliknya di zaman Nabi saw. juga pernah mengalami musim penghujan yang panjang. Bahkan sampai menimbulkan bangunan roboh sebagaimana yang telah diceritakan Anas bin Malik, pelayan beliau selama sepuluh tahun sebagai berikut.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: أَصَابَتِ النَّاسَ سَنَةٌ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، فَبَيْنَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَخْطُبُ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ، قَامَ أَعْرَابِيٌّ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ هَلَكَ الْمَالُ، وَجَاعَ الْعِيَالُ، فَادْعُ اللهَ لَنَا فَرَفَعَ يَدَيْهِ، وَمَا نَرَى فِي السَّماءِ قَزَعَةً، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا وَضَعَهَا حَتَّى ثَارَ السَّحَابُ أَمْثَالَ الْجِبَالِ ثُمَّ لَمْ يَنْزِلْ عَنْ مِنْبَرِهِ حَتَّى رَأَيْتُ الْمَطَرَ يَتَحَادَرُ عَلَى لِحْيَتِهِ صلى الله عليه وسلم، فَمُطِرْنَا يَوْمَنَا ذلِكَ، وَمِنَ الْغَدِ، وَبَعْدَ الْغَدِ، وَالَّذِي يَلِيهِ، حَتَّى الْجُمُعَةِ الأُخْرَى فَقَامَ ذلِكَ الأَعْرَابِيُّ، أَوْ قَالَ غَيْرُهُ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ تَهَدَّمَ الْبِنَاءُ، وَغَرِقَ الْمَالُ، فَادْعُ اللهَ لَنَا فَرَفَعَ يَدَيْهِ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا فَمَا يُشِيرُ بِيَدِهِ إِلَى نَاحِيَةٍ مِنَ السَّحَابِ إِلاَّ انْفَرَجَتْ وَصَارَتِ الْمَدينَةُ مِثْلَ الْجَوْبَةِ، وَسَالَ الْوَادِي قَنَاةُ شَهْرًا، وَلَمْ يَجِىءْ أَحَدٌ مِنْ نَاحِيَةٍ إِلاَّ حَدَّثَ بِالْجَوْدِ. أخرجه البخاري.
Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Pada masa Nabi saw. manusia tertimpa paceklik. Ketika Nabi saw. sedang memberikan khutbah pada hari Jum’at, tiba-tiba ada seorang Arab Badui berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan telah terjadi kelaparan, maka berdoalah kepada Allah untuk kami.”
Beliau lalu mengangkat kedua telapak tangan berdoa, dan saat itu kami tidak melihat sedikitpun ada awan di langit. Namun demi Dzat yang jiwaku berada di tangan Nya, sungguh beliau tidak menurunkan kedua tangannya kecuali gumpalan awan telah datang membumbung tinggi laksana pegunungan. Dan beliau turun dari mimbar hingga akhirnya aku melihat hujan turun membasahi jenggot beliau saw.
Maka pada hari itu, keesokan harinya dan lusa kami terus-terusan mendapatkan guyuran hujan dan hari-hari berikutnya hingga hari Jum’at berikutnya. Pada hari Jum’at berikut itulah orang Arab Badui atau orang yang lain berdiri seraya berkata, ‘Wahai Rasululah, banyak bangunan yang roboh, harta benda tenggelam dan hanyut, maka berdoalah kepada Allah untuk kami.”
Beliau lalu mengangkat kedua telapak tangannya dan berdoa, “Ya Allah, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan sampai menimbulkan kerusakan atas kami.” Belum lagi beliau memberikan isyarat dengan tangannya kepada gumpalan awan, melainkan awan tersebut hilang seketika. Saat itu kota Madinah terjadi seperti danau, Madinah juga tidak mendapatkan sinar matahari selama satu bulan. dan tidak seorang pun yang datang dari segala pelosok kota kecuali akan menceritakan tentang terjadinya hujan yang lebat tersebut.” (HR. Al-Bukhari).
Berdasarkan hadis tersebut menunjukkan bahwa ketika meminta hujan kepada Allah swt. agar diberikan hujan yang memberikan kerahmatan untuk alam sekitar, bukan hujan yang dapat menjadikan bencana.
Oleh karena itu Rasulullah saw. mengajarkan doa ketika turun hujan.
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا
“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan sampai menimbulkan kerusakan atas kami.”
Namun, menurut KH. Ali Mustafa Ya’qub, konteks doa Nabi saw. tersebut adalah ketika beliau berada di Madinah, di mana daerah di sebelahnya adalah kota Makkah yang tandus dan gersang. Sehingga doa beliau adalah agar hujan yang turun di Madinah itu bisa mengalir ke kota Makkah yang bisa memberikan manfaat di sana, sementara di kota Madinah pun tidak menjadi bencana banjir.
Sementara dalam konteks Indonesia, jika hujan turun di daerah Bogor, maka sebaiknya doanya bisa di ganti
اللَّهُمَّ لاَحَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا
“Ya Allah, jangan sampai (hujan yang turun menimbulkan kerusakan) di sekeliling kami dan juga atas kami.”
Hal ini disebabkan karena daerah yang dekat dengan Bogor adalah Jakarta, sehingga hujan yang turun di Bogor yang airnya mengalir tidak pula menimbulkan banjir di kota sekitarnya, seperti Jakarta yang juga rawan banjir.
Jadi, apabila terjadi hujan deras, maka berdoalah agar hujan yang turun tidak menjadi bencana baik di dalam kota yang kita diami maupun kota yang berada di sekitarnya, dan senantiasa menjadi rahmat untuk semua.
SUMBER: Bincangsyariah.com