MADANINEWS.ID, JAKARTA — Beberapa waktu terakhir, para pelaku usaha umrah dan masyarakat ramai membahas maraknya informasi umrah mandiri atau umrah backpacker. Banyak pihak yang tertarik dengan broadcast yang berseliweran di beranda media sosial hingga grup grup WhatsApp yang menjajakan ajakan umrah backpacker yang lebih ekonomis.
Menanggapi fenomena ini, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag Hilman Latief menegaskan bahwa Pemerintah telah mengatur ibadah haji dan umrah berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Menurutnya, penyelenggaraan ibadah haji dan umrah harus sesuai dengan regulasi.
“Umrah harus sesuai dengan regulasi yang diatur di dalam UU Nomor 8 Tahun 2019. Di dalam Pasal 86 disebutkan bahwa perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan secara perseorangan maupun berkelompok melalui PPIU. Artinya bahwa masyarakat yg akan melaksanakan umrah harus melalui PPIU baik umrah secara perseorangan (umrah private) maupun berkelompok (group),” kata Hilman Latief di Jakarta.
Umrah mandiri atau umrah backpacker dimungkinkan bila melalui PPIU. Selain itu umrah mandiri juga perlu pemahaman yang baik tentang ibadah dan regulasi Arab Saudi. Hilman menekankan bahwa larangan lebih diperuntukan bagi pihak yang mengkoordinir keberangkatan.
“Larangan lebih ditekankan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU dalam mengumpulkan, memberangkatkan, dan menerima setoran biaya umrah,” kata Hilman menambahkan.
Pernyataan tersebut sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 Pasal 115 dan Pasal 117. Pasal 115 menyebutkan bahwa “Setiap Orang dilarang tanpa hak bertindak sebagai PPIU mengumpulkan dan/atau memberangkatkan Jemaah Umrah.” Sedangkan di Pasal 117 disebutkan bahwa “Setiap Orang dilarang tanpa hak melakukan perbuatan mengambil sebagian atau seluruh setoran Jemaah Umrah”.
“Bahkan bagi pihak yang tidak berizin PPIU dalam mengkoordinir keberangkatan jemaah umrah ada ancaman pidana cukup berat. Mereka bisa dituntut dengan pidana enam tahun atau denda enam miliar rupiah,” tegasnya.
Ketentuan tersebut diatur di dalam Pasal 122 dan 124. Pasal 122 berbunyi: Setiap orang yang tanpa hak bertindak sebagai PPIU dengan mengumpulkan dan/atau memberangkatkan Jemaah Umrah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Dan Pasal 124 berbunyi: Setiap orang yang tanpa hak mengambil sebagian atau seluruh setoran Jemaah Umrah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Sedangkan bagi masyarakat yang melakukan keberangkatan umrah secara mandiri, Hilman menyampaikan perlunya masyarakat mengutamakan keamanan dan kenyamanan dalam beribadah.
“Umrah adalah ibadah. Maka kami mengimbau agar masyarakat mengedepankan faktor keselamatan dan kesehatan. Keberangkatan umrah melalui PPIU agar jemaah mendapatkan hak pelindungan. Keberangkatan umrah mandiri sangat berisiko bagi masyarakat yang tidak berpengalaman bepergian ke luar negeri,” pungkasnya.
Nah, lebih baik umrah dengan PPIU resmi dari pada nekat backpacker yang belum tentu memberi kenyamanan dalam beribadah selama di Tanah Suci.