MADANINEWS.ID, Jakarta – Mudik merupakan tradisi yang sudah melekat di republik ini meski di era pandemi Covid-19, masyarakat masih ‘nekad’ memanfaatkan momen Idul Fitri untuk bertemu bersama keluarga. Oleh karena itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tak sedikit yang memilih berbuka agar diperjalanan selalu tampil prima hingga bertemu dengan keluarga.
Atau dalam bulan Ramadhan lalu, kita pernah mengalami sakit yang akhirnya sampai kita tidak kuat untuk berpuasa. Jika Anda satu di antaranya yang berudzur (halangan), maka Anda wajib menggantinya. Inilah bentuk keluwesan ajaran Islam yang memberikan keringanan bagi seseorang yang berhalangan.
Nah, mumpung Ramadhan 2023 berjarak lebih kurang dua bulan lagi, barangkali yang masih memiliki hutang puasa agar segera menggantinya. Berikut ketentuan, waktu terbaik dan dasar hukum puasa qadha dalam Islam.
Dasar Hukum
Melakukan Puasa qadha adalah puasa yang dilaksanakan di luar bulan Ramadhan sebagai pengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan. Alasan meninggalkan puasa Ramadhan harus sesuai dengan syariat Islam. Misalnya, orang yang sedang sakit, dalam perjalanan, haid dan alasan lain yang sesuai syariat Islam diperbolehkan berbuka puasa dan menggantinya pada hari lain di luar bulan Ramadhan. Dasar kewajiban qadha tertera pada firman Allah SWT pada Alquran QS Al Baqarah ayat 184.
Artinya: “…Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain…” (al-Baqarah: 184)
Puasa yang dilaksanakan oleh orang tersebut di luar bulan Ramadhan disebut puasa qadha. Jumlah puasa qadha yang dilaksanakan sesuai dengan jumlah hari puasa Ramadhan yang ditinggalkan. Puasa qadha sebaiknya segera dilaksanakan karena ia ibarat utang yang harus segera dibayar, seperti layaknya hutang, jika sudah punya uang seyogyanya langsung dibayar tunai, jangan ditunda-tunda apalai sampai utang berikutnya.
Ketentuan Waktu Terbaik Puasa Qadha
Masih menjadi perdebatan kapan waktu terbaik puasa qadha, karena adanya beberapa pendapat yang memilih untuk mendahulukan berpuasa Syawal sebanyak 6 hari sebelum menunaikan hutan puasa Ramadan. Para ulama pun memiliki pendapat yang beragam mengenai hal ini:
Pertama mendahulukan Qadha sebelum puasa Syawal. Pendapat ini berasal dari Mahzab Hambali yang mengharamkan untuk melakukan puasa Syawal sementara ia belum menyelesaikan hutan puasa Ramadan yang telah ditinggalkannya. Namun, sebagian ulama menyebutkan bahwa hadits yang menjadi rujukannya bersifat dhaif.
Kedua menyatakan Qadha Boleh dilakukan Setelah puasa Syawal. Pendapat ini datang dari Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Mereka berpendapat bahwa puasa Qadha bisa dilakukan di bulan apa saja sampai dengan bulan Sya’ban. Selain itu, puasa qadha juga boleh dilakukan tidak berturut-turut. Sehingga diperbolekan melakukan puasa Syawal terlebih dulu sebelum melunasi hutang puasa, karena puasa Syawal hanya bisa dilakukan di bulan Syawal.
Ketiga meyebut Makruh Berpuasa Qadha di bulan Syawal. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik, puasa qadha justru makruh hukumnya jika di bulan Syawal, karena di bulan Syawal disunnahkan untuk berpuasa selama 6 hari. Sedangkan puasa qadha bisa dilakukan di bulan-bulan selanjutnya setelah bulan Syawal. Pendapat ini dikuatkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 185 yang tidak merincikan kapan waktu untuk menggantu puasa Ramadan.
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS. Al-baqarah: 185)
Sedangkan batasan waktu untuk melakukan puasa qadha itu sendiri terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra, bahwa ia berkata: “Aku memiliki tanggungan puasa dari bulan Ramadhan, maka aku tidak mengqadha’nya sehingga datanglah bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari).
Jadi, waktu yang utama untuk mengqadha puasa itu tidak ditentukan kepastiannya. Boleh di bulan Syawal, boleh juga di bulan lainnya selain Ramadhan. Yang terpenting adalah qadha tersebut haruslah ditunaikan, utamanya sebelum datang Ramadhan berikutnya.[] Wallahu’alam