Ibadah.id. Dalam catatan Mastercard-HalalTrip Muslim Millenial Travel Report 2017 (MMTR2017), bahwa perjalanan wisatawan muslim generasi milenial di dunia diprediksi akan terus tumbuh pesat hingga mencapai nilai 100 miliar dollar AS pada tahun 2025. Sementara secara keseluruhan segmen perjalanan muslim diperkirakan akan mencapai 300 miliar dollar AS di tahun 2026.
Sementara data Word Travel and Tourism Council pada tahun 2013, nilai transaksi dari segmen wisata muslim telah mencapai USD 140 miliar dan diperkirakan terus meningkat menjadi USD 238 miliar pada tahun 2019.
Wisata Muslim Mancanegara Mengambil Segmen Indonesia
Sayangnya segmen perjalanan muslim ke mancanegara pada saat ini, mulai mengambil pasar untuk wisatawan muslim dari wisatawan Indonesia. Melalui industri halalnya, banyak negara memberikan fasilitas yang memanjakan wisatawan muslim Indonesia untuk berwisata di negara non muslim.
Menurut Fouder & Chairman Indonesia Islamic Travel Communication Forum (IITCF), H. Priyadi Abadi, M.Par dalam Bukber IITCF & Jurnalis di Muamalat Tower (29/5/2018), kisah tersebut merupakan kisah sedih bagi bangsa Indonesia. Menurutnya kembali, Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, seharusnya lebih maju dibanding dengan negara lain. “Jangan sampai malah justru tertinggal. Sebab, Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat wisata halal dunia,” katanya.
Kisah sedih kedua, adalah ternyata segmen perjalanan muslim ke mancanegara lebih menggunakan travel umum. Untuk itulah maka saat ini perlu segera dilakukan sosialisasi program edukasi ke masyarakat untuk merubah mindset yang ada. Jika masyarakat ingin berlibur ke Jepang, Korea, Eropa, maka sebenarnya travel muslim juga mampu menggarapnya. Tidak hanya travel umum semata. Sebab wisata muslim di luar umrah dan Haji juga ada. “Kami berharap agar sosialisasi ini dapat ikut dibantu disosialisasikannya,” kata Priyadi.
Bangun Konsorsium Wisata Muslim
Guna menghadapi kisah sedih yang terjadi, Priyadi kemudian mencoba merintis terobosan untuk menyatukan produk Travel Muslim melalui konsorsium untuk memberikan layanan kepada wisatawan muslim yang ingin travelling ke mancanegara dengan konsep Islami. Konsorsium ini bernama Muslim Holiday Konsorsium. Di mana dalam kegiatannya, sarat dengan unsur edukasi kepada para anggota konsorsium. Seperti misalnya: Setiap bulan selalu dibuat acara sharing destinasi, evaluasi dan problem solving.
Priyadi juga berharap agar travel muslim mulai aktif menggarap pasar wisata Muslim selain haji dan umrah. “Mayoritas travel muslim yang ada masih bermain di zona aman, yakni menggarap pasar haji dan umrah. Masih sangat sedikit, kurang dari 20 persen, yang menggarap pasar wisata muslim. Akibatnya, pasar wisata muslim yang prospektif dan potensial ini masih dipegang oleh travel umum,” katanya.
Priyadi menjelaskan, saat ini dirinya memiliki dua agenda besar melalui IITCF yang concern pada edukasi, berbagi dan bersinergi antarsesama travel muslim, khususnya dalam menggarap wisata muslim. Begitu juga rutin mengadakan pelatihan wisata muslim (edutrip) di dalam maupun luar negeri. Edutrip tersebut diikuti oleh para pemilik travel muslim, tour leader maupun tour planner.
Sementara Muslim Holiday Konsorsium membuat paket-paket tour muslim dan produk tersebut dijual secara bersama, sehingga lebih efisien dan dapat saling membesarkan travel-travel muslim yang tergabung dalam konsorsium tersebut.
Tentu saja, untuk bergabung dalam konsorsium tersebut, ada aturan main atau komitmen bersama yang harus dipatuhi. “Salah satu yang terpenting adalah harga jual harus sama, Tidak boleh ada yang menjual lebih murah atau lebih mahal dari harga yang sudah ditetapkan oleh konsorium. Intinya, semua travel muslim yang bergabung dalam Muslim Holiday Konsorium harus amanah,” kata Priyadi.**(i)